Aku dan istri dikaruniai seorang anak bayi, saat ini berusia 18 bulan. Kehadiran anak adalah anugerah dari Tuhan. Anak juga membahagiakan karena lucu dan menggemaskan. Di sisi lain---harus diakui---merepotkan. Seiring bertambah usianya, tingkahnya makin banyak.
Misalnya saat mengajak ke tempat belanja. Dulu, aku yang bertugas mengambil dan membayar barang belanjaan, sedang istri yang menggendong si kecil. Sekarang, kebalikannya. Bobot badan si bayi makin berat euy.
Kalau belanja di swalayan, aku biarkan dia berjalan-jalan. Dia suka melihat-lihat, sambil memegang dan mengambil benda-benda yang ada. Maunya diberantakkan dari tempatnya. Di sini salah satu misi berat sebagai ayah. Membiarkan anak bergerak tanpa menjatuhkan apalagi memecahkan barang.
Mending kalau ada etalase kaca, barangnya aman dari si bayi. Jika tidak, harus super waspada daripada membayar barang yang tak ingin dibeli.
Jika belanja ke pasar, mustahil aku biarkan doi berjalan-jalan di tengah kerumunan manusia atau di tepi jalan. Otomatis aku gendong atau dudukkan di atas motor. Di atas motor pun si bayi tak bisa bertahan lama, cepat bosan.
Kalau digendong kelamaan, tanganku pun pegal. Kalau aku biarkan berjalan, doi juga enggan digandeng tangannya. Repot kan. Makanya aku akan senewen kalau istri belanjanya lama, tidak segera selesai.
Hal senada terjadi saat makan bersama atau sekedar bertemu dengan teman-teman. Anak kami akan banyak tingkahnya. Berjalan-jalan (favoritnya naik turun tangga), memegang benda-benda, mendorong-dorong kursi, maupun naik-naik ke kursi atau meja.
Kami capek mengikuti dan mengawasi pergerakan si bayi. Tidak mungkin kami ikat doi di kursi. Bagaimana kalau diberi nonton HP/ gadget? Pasti bisa diam.
Anak kecanduan HP
Ada pula pengalaman kami yang lain. Ada anak saudara kami, berusia sekitar 8 tahun, sibuk main dan nonton di HP. Sepanjang pertemuan sampai mau pulang, yang dipegang hanya HP. Tatapan matanya tidak bisa terlepas dari HP barang sedetik. Tidak peduli siapa dan apa yang terjadi di sekitarnya.
Mau makan juga harus disuapi, dan sedikit dipaksa. Bagiku, kondisi anak ini sudah kecanduan bermain HP. Dia tidak punya pengendalian diri, justru dikendalikan oleh HP.
Inilah akibat kalau memberi HP terlalu dini pada anak. Niat awalnya mungkin baik. Karena sayang pada anak, dibelikanlah HP. Supaya diam juga, tidak usil kalau di tempat umum. Tapi kalau ujungnya menyebabkan kencanduan, rasa sayang itu tidak pada tempatnya.
Satu lagi pengalaman, terjadi beberapa hari yang lalu di tanggal merah. Â Kami mengunjungi teman istri di daerah Ungaran. Niatnya hanya kunjungan biasa sambil bertukar cerita. Malah sang tuan rumah mengajak kami jalan-jalan, karena di rumah sangat panas. (Hari-hari ini suhu lingkungan meningkat.)
Diajaklah kami makan di suatu tempat makan berkonsep prasmanan dengan suasana kebun, nama tempatnya Alas Djati. Di sekitar tempat ini memang ada hutan (Jawa: alas) jati. Setelah mencari tempat duduk, kami segera memesan makanan.
Saat menikmati makanan, hujan pun turun deraslah. Mulanya kami bercerita, tanpa memagang HP, kecuali teman istri yang menerima panggilan telepon. Di tengah kesibukan mengosongkan isi piring itulah, anak teman kami, sebut saja Rafi (disamarkan), usia 4 tahun minta bermain game di HP. Dia bermain sejam lebih.
Seperti terjadi pada kebanyakan orang (entah anak atau dewasa), si Rafi mulai berteriak-teriak saat bermain HP. Sesekali keluar kosa kata yang kurang sopan, yang kemungkinan didapatkan dari game atau tayangan video yang ditonton. Orang tuanya langsung menegurnya.
Anak kami hampir terpancing. Jika melihat HP kami, pasti juga minta nonton di HP. Kami hampir tidak memakai HP saat itu. Sehingga anak kami aman dari HP.
Di teras sebuah pendopo yang dibagi dua dengan pengunjung lain itu, petir menyambar beberapa kali. Hujan deras, ditambah petir. Dramatis lah. Setiap ada kilatan petir, anak kami sontak memeluk kami. Bahkan jadi tahu menutup telinganya karena kami mencontohkannya. (Ya anak-anak adalah peniru ulung).
Hujan reda, waktunya berpetualang
Sekitar satu jam kemudian, hujan reda. Menyisakan sedikit rintik. Hujan reda, petir juga tiada. Di saat ini anak kami minta turun. Dia tidak terima jika hanya menginjak permukaan pendopo yang sempit itu. Hasilnya? Dia minta turun dan berjalan-jalan.
Aku pun menggandengnya menuruni tangga pendopo. Anak kami langsung menjelajah permukaan rumput yang basah. (Ada jalan beton tapi tanah berumput juga yang dipilihnya.) Sedang istri melanjutkan mengobrol dengan teman kami.
Awalnya seru melihat si bayi berlari-larian ke sana ke mari. Melihat ikan di kolam, naik turun permukaan berundak, memegang patung hewan. (Doi suka hewan-hewan. Patung atau boneka pun dikira hewan beneran.) Tapi, itu dilakukan berulang-ulang tanpa lelah. Aku yang mengikuti yang lelah.
Harus waspada, jangan sampai si bayi jatuh ke kolam. Sekali dua dia tersandung jatuh. Alih-alih kapok, dia justru terus bergerak. Mantab! Ingin aku berteriak pada istri, "Mah, ini bayi kita ga mau diam. Cemana ini...???!" Sedang anak teman kami masih asyik dengan HP. Menjelang pulang, anak teman kami mau juga jalan-jalan dan berfoto.
Melihat dua contoh di depan mata, kami takkan rela memberikan HP pada anak terlalu dini. (Baca: tidak sanggup membelikan juga sih) Anak aktif bergerak, banyak tingkah sukanya berlari-larian sampai panjat-memanjat adalah normal. Justru itu tanda anak sehat.
Sekali dua mengambil atau menjatuhkan barang juga wajar. Asalkan tidak sampai pecah dan mencelakakan diri. Tugas orang tualah untuk mengawasi dan mendampingi.
Kalau di rumah, dalam kondisi tertentu kami izinkan anak kami nonton Youtube di HP. Itu pun diberi jarak, tidak dipegang langsung. (Hal ini tidak terjadi jika anak kami bersama Mbah.) Suatu kali kami stop dia nonton HP, dan merengek sejadinya minta untuk terus menonton. Tegakah kami membuatnya menangis?
Tega. Bayi 1,5 tahun sudah ada kecenderungan kecanduan HP. Kami tidak akan lanjutkan dengan memberinya HP di tempat umum. Justru di tempat umum inilah, kesempatan dia belajar berinteraksi dengan lingkungannya. Kalau mau main HP di rumah saja!
Dengan berlari-larian dan mempelajari lingkungan justru lebih bermanfaat buat anak. Di antaranya, terbebas dari radiasi layar HP; otot, syaraf dan panca inderanya bisa bekerja optimal; dan dia bisa mengenal hal-hal yang ada di sekitarnya.
Meski capek harus mengikuti dan mengawasi anak, itu lebih worth it, dari pada anak dikendalikan HP. --KRAISWANÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI