Rosmayanti Naibaho, gadis kelahiran Medan, Sumatra Utara dari pasangan lelaki bermarga Naibaho dan perempuan boru Sitio. Meski tidak membatasi kriteria Pasangan Hidup pada etnis tertentu, Kris tidak kepikiran akan berpacaran (hingga menikah) dengan orang Batak.
Semua juga tahu, orang Batak itu temperamennya keras dan galak. Kalau bicara intonasinya tinggi seperti orang berantem. Sedangkan aku bertemperamen melankolis, dari suku Jawa yang kalem. Nampak sangat kontras. Padahal tidak semua orang Batak galak.
Seumur hidup hingga kuliah, aku tidak pernah berteman dengan orang Batak. Lha kok pacarannya dengan orang Batak? Tuhan memang unik.
Dari pengalamanku sebelumnya, relasi lawan jenis yang dekat secara geografis (sesama orang Jawa) tidak menjamin keberhasilan hubungan. Maka, aku pun membuka diri pada lingkup yang lebih luas, yakni untuk orang luar Jawa.
Semenjak bekerja di Surabaya, Kris sudah mendoakan kriteria PH dengan meminta tanda dari Tuhan. Di mana aku akan bertemu dengan calon PH. Apakah rekan kerja di sekolah, jemaat di gereja Surabaya, jemaat di gereja Salatiga atau justru adik angkatan di Perkantas Salatiga?
Bagaimana kalau ternyata tetangga sendiri, lima langkah dari rumah, penggalan sebuah lagu. Namun dengan beberapa analisis, anak tetangga jelas tidak masuk kriteriaku.
Di tempat kerja di Surabaya waktu itu, ada beberapa rekan kerja wanita yang masih lajang, penampilannya pun menarik. Ada juga yang menjadi anggota Perkantas. Kris tidak ingin agresif. Karena jika salah langkah bakal mengganggu atmosfer di tempat kerja.
Aku mencoba mendoakan dan menjalin komunikasi secara normal sambil melakukan pendekatan. Namun, tidak ada timbal balik. Tidak nyambung. Berarti bukan dia sosok yang tepat.
Di lingkungan gereja Surabaya, ada beberapa juga rekan wanita yang lajang. Meski sudah mengenal beberapa waktu dan terlibat dalam persekutuan maupun pelayanan yang sama, tidak dapat chemistry-nya. Di lingkungan gereja Salatiga, yang seangkatanku sudah banyak yang merantau bahkan menikah.
Kemungkinan terakhir yang terlihat adalah adik angkatan di Perkantas Salatiga. Namun, Kris tidak pernah ikut persekutuan, bagaimana mau PDKT? Tidak mungkin aku sok kenal dan asal menyambar.
Teman sehobi juga susah. Dulu semasih mahasiswa aku suka hiking bersama teman-teman. Setelah kerja, hobi itu tidak lagi berlanjut. Rasanya seperti jalan buntu.
Aku terus berjuang dalam doa, sekiranya Tuhan memberi kesempatan untuk mengenal lawan jenis yang akan menjadi calon pasangan hidupku. Setidaknya bisa berkomunikasi secara intens.
Tapi semuanya zonk. Di mana salahnya? Kenapa dari tempat yang aku doakan tidak ada satu pun yang mengarah sebagai jawabann?
Dalam kegalauan itu, tiba-tiba Kris teringat seorang kenalan yang mungkin masuk kriteria. Meskipun peluangnya sangat tipis, dan tidak masuk dalam daftar yang aku doakan. Kris tidak benar-benar mengenalnya, karena sangat jarang bertemu.
Komunikasi via BBM waktu itu, juga sangat terbatas sekedar basa-basi. Sudah begitu, kami terpisah di timur dan barat Pulau Jawa. Bagaimana mungkin gadis ini memberi pulang buatku?
Gadis ini adalah sahabat doa sejak Kris mengerjakan skripsi. Mulanya aku cuek, tapi lama-kelamaan entah kenapa ada perasaan yang berbeda. Dari hal-hal sepele Tuhan mengizinkan relasi kami kian akrab. Tuhan bak sutradara yang mengatur jalan cerita kami.
Aku mulai membuka diri dan terlibat komunikasi yang intens dengan Yanti. Dari sini aku merasakan pimpinan Tuhan. Jangan-jangan inilah sosok pasangan hidup yang Tuhan siapkan.
Singkat cerita, seiring waktu yang berlalu memang Tuhan mengarahkanku pada sosok Yanti. Meski tidak akrab dan jarang bertemu. Biar pun terpisah di kota yang bebeda. Atas pimpinan Tuhan, semua kendala itu bisa teratasi hingga kami berkomitmen dalam pacaran hingga menikah. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H