Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #19

28 Februari 2023   15:18 Diperbarui: 28 Februari 2023   15:19 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mendiskusikan buku dengan calon pasangan | foto: thebabydecision.com

Doa menjadi pondasi bagi hidup orang percaya. Sebelum membuat kriteria Pasangan Hidup, hendaknya diawali dengan berdoa. Sosok seperti apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Sebab, yang kita inginkan biasanya ditentukan apa yang dilihat mata, sering kali menipu.

Untuk tahu seperti apa Pasangan Hidup yang kita butuhkan, terlebih dulu harus kenal seperti apa diri kita. Mintalah Tuhan yang menyelidiki hati kita. Dialah yang menenun kita sejak dari kandungan ibu, Dia pula yang paling mengenal kita, melebihi diri kita sendiri. Setelah itu, barulah kita bisa minta kepada Allah untuk menunjukkan sosok PH seperti apa yang paling tepat untuk kita.

Sangat disayangkan, di era serba canggih seperti sekarang ini masih banyak yang tidak mengenal dirinya sendiri. Mereka lebih mudah putus ada, rapuh dan menempuh jalan instan untuk mencapai sesuatu (ciri strawberry generation). Mereka ini tidak tahu kepribadiannya seperti apa, prinsip hidupnya apa, boro-boro akan menggumulkan Pasangan Hidup. Bagian ini yang harusnya dibereskan sebelum menjalin relasi dengan lawan jenis.

Kris memiliki temperamen melankolis. Akibatnya, aku tipe pemikir, baper-an, mudah sensitif dan sulit mengungkapkan perasaan. Temperamen ini membuatku memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan berlebihan, serta hati-hati saat berbicara. Mikirnya lama, bertindaknya lambat. Aku juga sulit membaur apalagi dengan orang baru, tapi akan loyal jika sudah akrab.

Sangat kontras dengan Yanti yang bertemperamen sanguin. Tipe orang ceria, super heboh dan mudah akrab dengan semua orang. Bertindak dulu, mikir belakangan.

Dari kepribadian saja kami sudah bertolak belakang. Ini memengaruhi cara kami berkomunikasi dan menyelesaikan masalah. Kondisi ini sangat penting untuk diketahui di awal, sebab jika tidak akan menimbulkan banyak gesekan di waktu mendatang. Ujungnya cek-cok dan ngambeg.

Mulanya, aku tidak berpikiran akan bisa pacaran bahkan menikah dengan orang bertemperamen sanguin. Sebab, dari pengalaman sebelumnya, lawan jenis yang aku doakan dan dekati bertemperamen sanguin. Kami tidak nyambung blas (Indo: sama sekali). Namun syukur kepada Tuhan, Kris dan Yanti sudah sama-sama hidup baru. Kami bisa saling menerima, menempatkan diri bahkan saling mendukung.

Temperamen bawaan kami tidak hilang sama sekali, sebab ini adalah alamiah, mustahil dihilangkan atau diganti. Bagaimana pun, keberagaman karakter adalah anugerah dari Tuhan. Karakter kami yang sudah diubahkan menolong kami agar adaptif saat terjadi masalah/ gesekan.

Itulah pentingnya membuat kriteria pasangan hidup. Temperamennya mencerminkan karakter orang seperti apa lawan jenis yang kita doakan. Daftar kriteria yang kami maksud tidak terbatas pada hal lahiriah atau materi. Ada kualitas intrinsik yang harus ditemukan dalam diri---pada saat yang sama juga harus kita miliki sebagai---pasangan.

Yang perlu disimak, upayakan pencarian calon pasangan hidup di area yang mudah kita jangkau. Misalnya, tetangga, rekan kerja, adiknya teman, teman di suatu komunitas. Jangan mencari calon pasangan hidup yang dikenal di mal, kolam renang apalagi media sosial.

Memang ada beberapa pasangan yang akhirnya menikah setelah kenal (atau dikenalkan) melalui medsos. Asalkan sudah kenal karakternya dan bisa satu tujuan, tidak masalah. Tapi kalau kenalnya hanya dari yang baik-baik saja, tunggu dulu.

Dalam masa pendekatan, hendaknya mengusahakan waktu pertemuan rutin untuk melakukan pengenalan masing-masing. Banyak pasangan yang katanya pacaran, sering bepergian berdua tapi tidak menambahkan pengenalan. Sebab, pertemuannya hanya diisi dengan bersenang-senang seperti nonton film, jalan-jalan ke mal, atau asal jalan dan berfoto. Kalau begitu, misalnya LDR dan waktu pertemuannya singkat, maka tidak akan ada pertumbuhan relasi.

Sejak Kris dan Yanti berdoa bersama, kami mengusahakan untuk pertemuan rutin. Entahkah aku yang ke Jakarta, atau Yanti yang ke Jawa Tengah. Waktu pertemuan yang minim, kami pakai untuk menceritakan hal-hal terkait keluarga dan pekerjaan. Hal ini akan menambah pengenalan masing-masing.

Jika sudah di tahap doa bersama, kemungkinan besar akan lanjut ke tahap pacaran. Tapi, jangan jadikan doa sebagai mantra yang bisa mengabulkan semua keinginan kita. Ingat, esensi dari berdoa adalah untuk mencari kehendak Tuhan. Jika sama-sama bertumbuh, satu pikiran, satu tujuan dan bisa mendukung, baik untuk berkomitmen dalam pacaran.

Hasil doa bersama, kami sepakat untuk menjalin relasi berpacaran. Dalam masa pacaran ini kami mulai mendiskusikan buku tentang pernikahan. Disertai dengan ayat-ayat Alkitab sebagai dasar, dan pertanyaan-pertanyaan panduan makin menolong kami untuk membukan karakter dan pandangan masing-masing.

Melalui diskusi dari buku, kami 'dipaksa' untuk mengungkapkan pendapat dan mengambil respons yang paling bijak atas masalah yang mungkin terjadi. Satu sisi, ini tidak nyaman, apalagi jika menyangkut luka masa lalu. (Kita semua pernah terluka, betul?) Namun, jika kita sudah hidup baru, tidak akan ada alasan untuk menutup-nutupi sesuatu dari pasangan. Semua akan dikomunikasikan secara terbuka agar pengenalannya juga tepat. --KRAISWAN 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun