Menurut data BPS, tingkat kemiskinan di Indonesia pada September 2022 adalah 9,57% (setara dengan 26,36 juta penduduk). Angka ini naik 0,03% dibandingkan Maret 2022.
Anggaran pengentasan kemiskinan memang banyak dijadikan program rutin. Terkesan mendukung rakyat kecil, namun berpotensi bermasalah karena tumpang tindih. Tujuan dan output-nya seperti apa, bentuk programnya seperti apa, serba tidak jelas.
Pengentasan kemiskinan di Indonesia memang rumit. Sehingga dana yang ada berpotensi korupsi, dan mal-administrasi. Banyak oknum ASN memanfaatkan berbagai kegiatan terkait pengentasan kemiskinan, sehingga program yang dibuat jauh dari target. Di sini terjadi penyalahgunaan wewenang.
Anas melanjutkan, setelah dipilah-pilah, ada sejumlah instansi, khususnya di daerah, yang program kemiskinannya belum berdampak optimal. Misalnya studi banding soal kemiskinan, lalu diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Itulah sebab dana Rp500 triliun ini habis untuk studi banding dan rapat.
Dalam sosialisasi kebijakan baru mengenai jabatan fungsional di hadapan kementrian/lembaga dan pemda, Anas menjelaskan tentang logical framework harus fokus. Jika tujuannya pengentasan kemiskinan misalnya, maka programnya adalah peningkatan daya beli masyarakat sehingga bisa meningkatkan akses terhadap pendidikan dna mengurangi beban pengeluaran warga menengah ke bawah.
Ada lembaga/pemda yang ingin mengurangi angka stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi. Program pembelian makanan bergizi untuk bayi malah tidak dianggarkan. Apa gunanya sosialisasi kalau masyarakat tidak mampu mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi?
Contoh lain, yakni program pelestarian sungai tapi kegiatannya di daerah seminar tentang revitalisasi sungai. Seminar tentu penting, tapi lebih berguna kalau dianggarakan pembelian bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai.
Penjelasan Anas tersebut di atas tentang logical framework yang menimbulkan persepsi bahwa anggaran kemiskinan tersedot semua untuk rapat dan studi banding. Apa pun penjelasaannya, tetap saja program rapat dan studi banding berjalan, sedang dampaknya tidak dirasakan oleh rakyat toh?
Semoga ada reformasi birokrasi yang nyata dari pemerintah kita agar angka kemiskinan terus berkurang. Seperti optimisme Wapres Ma'ruf Amin bahwa tingkat kemiskinan di tahun 2024 hanya sampai di 8%. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H