Sekitar tahun 1990-an, clackers mulai dimainkan oleh anak-anak Indonesia, bahkan sudah dimainkan sejak tahun 1970-an. Bahannya sudah diganti dari kaca temper menjadi plastik polimer. Meski begitu, tetap ada risiko bola ini bisa pecah.
Di Indonesia clackers populer dengan nama lato-lato. Nama ini berasal dari bahasa Bugis dan berubah menjadi 'katto-katto' di Makasar. Sedangkan beberapa daerah di Pulau Jawa, permainan ini disebut 'tek-tek' seperti bunyi yang dihasilkan.
Mengapa lato-lato cepat viral?
Beberapa tahun yang lalu, mungkin sekitar 2000-an, permainan ini pun sempat viral. Bertahun-tahun kemudian kembali viral, malah makin heboh. Kenapa bisa begitu?
Menurut analisisku, media sosial menjadi 'kendaraan' viralitas lato-lato. Kapan lalu, di reel beranda Instagramku isinya orang memainkan lato-lato semua.
Banyak netizen, dari anak-anak sampai dewasa, dari rakyat biasa sampai presiden merasa permainan ini seru untuk dimainkan, apalagi dengan suara tek-tek-tek yang nyaring itu. Kemahiran seseorang memainkan lato-lato sering diukur dari kemampuannya mempercepat benturan bola secara stabil.
Bahkan ada bermacam gaya memainkan lato-lato. Dari perang muka, sola-sola, belakang kepala, kipas-kipas bahkan ada pula gaya rebahan. Mungkin ini penyebab orang ramai-ramai ikut memainkannya. Semakin nyeleneh gayanya, semakin keren mungkin ya...
Dari bola besar sampai tabung gas
Karena berbahaya, bahan awal clackers yaitu kaca temper diganti plastik yang lebih aman. Namun netizen justru mencari tantangan yang mengarah pada bahaya. Bolanya diganti dengan bola besar yang ukurannya lebih besar dari bola basket, sampai tabung gas! Kalau membentur kepala bagaimana?