Tapi, alih-alih dalam kemewahan Juruselamat dunia ini memilih datang dalam kesederhanaan. Tidak seglamor artis-artis Indonesia maupun mancanegara itu.
Padahal kalau kita memperhatikan di pusat perbelanjaan, restoran atau hotel, ornamen dan hiasan Natalnya mewah. Pohon cemara raksasa, lampu gemerlap, pernak-perniknya meriah!
Kemewahan dalam menyambut hari Natal juga digambarkan dengan banyak makanan enak di rumah, kado, musik-musik ceria serta --yang sering kita tidak mau ketinggalan-- pakaian baru. Natal-tahun baru, artinya pakaian baru. (Nampak di hari raya lain juga begitu)
Kelahiran Sang Juruselamat, yaitu Yesus Kristus, sarat dengan kesederhanaan. Jauh dari kesan---bahkan bisa dibilang tidak layak dan penuh kesulitan---mewahnya bayi raja. Di mana saja potret kesederhanaan ini?
Pertama, lahir di kandang domba. Berlawanan dengan anak para artis, sang bayi raja ini justru lahir di kandang domba.
Waktu Maria mengandung, Kaisar Agustus (penguasa waktu itu) memerintahkan agar dilakukan sensus. Semua orang harus pergi ke kota asalnya masing-masing.
Yusuf dan Maria (orang tua Yesus) pergi dari Nazaret ke Betlehem. Dalam perjalanan, tibalah waktu Maria untuk bersalin. Karena semua tempat penginapan penuh, terpaksa Maria harus bersalin di kandang domba, di sebuah palungan tempat makan ternak.
Jangankan santapan lezat, bidan terbaik atau cor emas. Kandang domba yang kotor dan bau mewarnai kelahiran sang bayi raja.
Kedua, diburu oleh Raja Herodes. Herodes adalah penguasa Romawi di wilayah Yudea (tempat tinggal orang Yahudi).
Mendengar berita kelahiran raja orang Yahudi (Yesus) ia merasa terancam. Ia takut kedudukannya sebagai raja wilayah digantikan oleh bayi ini. Ia pun memerintahkan supaya semua bayi berumur dua tahun ke bawah dibunuh.