Tak lama kemudian, kami kembali mengobrol di teras. Kapan dia ngomongnya nih?, kataku dalam hati. Aku menangkap ada maksud tersembunyi dari Kris. Aku sudah harap-harap cemas. Menjelang pamit, Kris pun bersuara. Karena bajuku basah, Kris memintaku ganti dengan yang kering. Dia mencoba mengulur waktu. Tapi aku merasa diperhatikan.
Selesai berganti baju, saat mengucir rambut, tiba-tiba Kris kembali bicara. "Yan, duduk dulu, ada yang mau aku omongin. Penting." Akhirnya dia bicara, sesuai dugaanku. Menurut pengakuannya, Kris sudah mendoakanku hampir setahun. Sampai dia selesai bicara, aku berusaha bersikap normal, tidak ingin menunjukkan reaksi berlebihan.
Hingga aku mengantarnya ke stasiun, dalam lubuk hati aku merasa ada yang memberi perhatian padaku. Tapi logikaku melawan dengan menganggapnya biasa saja. Mungkinkah aku yang tidak peka atau bebal? Setelah berpisah di stasiun dan kembali ke rumah suasana hatiku, jujur saja, bahagia! Sebenarnya gejolak macam apa yang aku alami?
Perlu tiga hari aku bergumul, apakah akan mendoakan Kris secara pribadi atau tidak. Dari sepengenalanku pada Kris, ada beberapa hal dalam dirinya yang masuk dalam kriteria pasangan hidupku. Poin plus buatnya, karena berani datang jauh-jauh dari Surabaya ke Bogor.
Belakangan aku baru tahu kalau tiket keretanya PP kelas eksekutif. Keberaniannya mengungkapkan perjalanan doa pribadi dan perasaannya di depanku aku anggap wujud kerendahan hati. Kalau Kris orang yang gengsian, pasti enggan datang.
Saat itu aku dalam kondisi tidak punya apa-apa, bahkan bisa dibilang tidak jelas. Di Bogor ngapain, untuk tujuan apa? Sata itu Kris menguatkanku, "Kamu di Bogor untuk satu tujuan yang jelas kok, Yan." Betapa lega hatiku. Ternyata dia mendukung apa yang aku kerjakan di sini, walaupun mungkin saat itu Kris belum sepenuhnya paham.
Aku mengimani bahwa Tuhan yang membawa Kris ke Bogor. Kurang dari sebulan sejak kedatangannya, Tuhan menjawab doaku. Kerinduan untuk memiliki pasangan hidup yang menerima dan mendukung apa yang aku kerjakan, dalam suka maupun duka. Dan orang pertama yang Tuhan kirimkan adalah Kris. Dialah jawaban dari doa dan penantianku. Suatu anugerah Indah dari Tuhan.
Kenapa aku mau mendoakan Kris? Karena Kris dapat melihat dan mendukung panggilan yang Tuhan taruh dalam hidupku. Menerimaku bahkan saat aku tidak memiliki siapa pun kecuali Tuhan tempatku mengadu. Saat dia datang menyatakan isi hatinya, sungguh aku merasakan bahwa dia adalah utusan Tuhan yang akan menjadi temanku seumur hidup.
Selain itu, Kris mau mendukungku saat mama di kampung sakit. Tak hanya dukungan moril, Kris bahkan mentransfer sejumlah uang untuk berobat mama. Katanya, uangnya boleh dikembalikan saat aku sudah punya. Ini makin membukakanku bahwa Kris adalah pribadi yang peduli.
Yanti pun tiba di hari ke-80 dalam masa doa pribadinya. Hampir tiga bulan. Meski kurang dua puluh hari dari yang seharusnya, Yanti sudah mendapat beberapa konfirmasi dan hendak memberi jawab pada Kris. Bagaimana cara Yanti memberitahu hasil doanya? Melalui telepon, video call atau cukup pesan chat?
Jika Yanti menjawab "Ya", kami akan melanjutkan pada doa bersama. Jika "Tidak" berarti inilah akhir cerita. Selesai. The end. Tamat. Kris tentu saja dag-dig-dug, menebak-nebak apa jawaban Yanti. Harapannya doi menjawab "Ya". Perjalanan ini masih akan panjang, menantang dan mendebarkan. [RN]