Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tak Perlu Menunggu Kaya untuk Bisa Piknik

24 November 2022   21:11 Diperbarui: 24 November 2022   22:09 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak bayi diajak menikmati daerah ketinggian | dokumentasi pribadi

Kami telah merencanakan dan mendoakan untuk berangkat dan menginap pada minggu kedua bulan Oktober 2022. Tapi aku lupa, di tanggal itu aku ada kegiatan sekolah, pas hari Sabtu. Terpaksa kami undur seminggu. Ternyata kami diundang tetangga yang anaknya menikah. Maju kena, mundur pun kena.

Dengan terpaksa, kami absen acara nikahan tetangga. Kami sudah terlanjur booking, tidak bisa diundur lagi. Syukurnya, istriku sesekali membantu di tetangga yang punya gawe itu.

Kami akan berangkat motoran. Menurut survei Google Maps, perjalanan sekitar 2 jam. Kami sudah persiapan jauh hari: servis motor, beli jas hujan, dan berbagai bekal. Saat kami berangkat, hujan malah turun deras. Terpaksa pakai mantel. Hampir sepanjang perjalanan, hujan deras. Kalau kami tidak nekat, pikniknya batal!

Siap piknik motoran dengan si kecil | dokumentasi pribadi
Siap piknik motoran dengan si kecil | dokumentasi pribadi

Perjalanan ini bukan tanpa risiko. Mengajak anak bayi, di musim hujan pula. Kami berhenti sesekali, memastikan si bayi baik-baik saja. Syukurnya, sebelumnya si bayi pernah diajak perjalanan jauh motoran ke Kulonprogo, sebelum musim hujan. Tega? Ini petualangan ala kami. Tapi tetap waspada dan peka dengan kondisi si bayi.

Linggarjati Joglo, penginapan unik di daerah Magelang jadi target kami. Dari dua jam menurut Gmaps, kami perlu hampir 3,5 jam untuk mencapai tujuan. Sebab hujan deras, belum paham daerah Magelang. Sering berhenti berteduh sambil membuka map, lalu menghapal arah dan belokannya. Konyol memang. Masa tiap tikungan harus menepi melihat map?

Salah sendiri, tidak bawa plastik transparan untuk membungkus HP. Sudah kepikiran, tapi lupa membawa. Di tengah kota, ada warung yang sudah tutup, tapi satu pintunya masih terbuka. Atas saran istri, aku bertanya siapa tahu mereka menjual plastik. Dan benar, perjalanan pun lanjut dengan melihat map dari HP terbungkus plastik. (Moral: wajib bawa plastik dalam perjalanan)

Dari pusat kota, perlu sekitar 1 jam ke Desa Mangli, arah pendakian Gunung Sumbing. Permukiman makin jarang, jalanan menyempit, banyak pepohonan dan di tepian jurang. Hujan awet deras, langit hampir gelap. Bensin menipis, jalanan menanjak. Tadinya kukira masih cukup.

Kami sempat tersesat karena sudah mulai lelah dan hujan sangat deras mengganggu penglihatan. Sekitar pukul 17 kami pun tiba. Hawa dingin langsung menyergap seluruh tubuh. Kami segera melunasi pembayaran, mendapat kunci dan segera masuk kamar untuk menghangatkan diri.

Penginapan Linggarjati joglo dibangun di sebuah petak di antara ladang tembakau. Ada tiga jenis kamar yang ditawarkan, dari yang termahal storey camp Rp700.000, private camp Rp425.000 dan wooden camp Rp315.000 untuk weekdays. Untuk weekend, Rp50.000 lebih mahal. Besaran harga dipengaruhi fasilitas yang disediakan. Kami cukup menyewa yang wooden camp.

Menu makanannya standar tapi rasanya cukup enak dan harganya terjangkau. Nasi goreng, ayam goreng, soto, bakso, dan mi instan tentu saja. Di daerah dingin begini, mi kuah yang mengepul ditambah telur ceplok memang tak tertahankan nikmatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun