Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bunga yang Layu Itu Bernama...

19 November 2022   16:55 Diperbarui: 19 November 2022   17:07 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga yang layu itu bernama Udin | foto: tangkapan layar IG/indozone.id

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu!

(Surat Cinta, W.S. Rendra)

 

Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;

ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi

(Hatiku Selembar Daun, Sapardi Djoko Damono)

***

Anda tentu tidak asing dengan kutipan puisi dua pujangga tanah air di atas. Pesona kata-katanya tak diragukan lagi. Tak lekang oleh zaman. Tapi, apa jadinya kalau puisi ditulis dalam surat izin sekolah?

Anda pernah tidak masuk sekolah? Seyogianya, kalau tidak masuk harus memberitahu guru/ wali kelas melalui surat. Entah dengan alasan sakit, acara keluarga atau keperluan lain, nikahan tetangga misalnya.

Sebelum era internet dan smartphone, izin wajib disampaikan melalui surat yang ditandatangani orang tua. Itu sikap yang sopan untuk menghormati guru, serta bertanggungjawab. Jika tidak masuk, tidak ada pemberitahuan berarti dianggap membolos (alpa)---bentuk ketidakdisiplinan dari murid dan orang tua.

Apa pentingnya surat izin? Di rapor semesteran, ketidakhadiran akan dikalkulasi. Berapa kali tidak masuk karena sakit, izin atau alpa. Jika alpa melebihi batas tertentu, bisa tidak naik kelas.

Zaman sekarang, saat sistem komunikasi sudah semakin canggih dan murah, orang tua bisa mengajukan izin pada guru melalui WA. Melalui chat WA, atau ditofokan surat dokter (jika sakit). Meski begitu, tetap ada pula orang tua yang memakai cara lama untuk menunjukkan penghormatan pada guru, yakni menulis surat.

Ada juga orang tua yang mengajukan izin (via WA) anaknya tidak masuk karena ada acara keluarga di luar kota. Dari story WA orang tuanya, terpampang jelas jenis acaranya: jalan-jalan. Betul acara keluarga sih, tapi kan tidak penting mendesak. Sudah memberitahu pun sudah bagus. Ada itikad baik kepada pihak sekolah.

Anda pernah menuliskan surat izin tidak masuk bagi anak, atau justru meminta anak menulis surat sendiri? Kapan lalu viral di media sosial surat izin anak SMP tidak masuk sekolah. Suratnya ditujukan kepada Ibu wali kelas 8A. Surat yang ditulis ini unik. Pertama, ditulis sendiri oleh murid. Kedua, kata-katanya puitis. Menulis surat pakai bahasa puisi, wah calon pujangga nih!

Akun IG @indozone.id mengunggah video percakapan sang guru dengan si murid yang membahas tentang surat izin unik ini (di sini). Surat tersebut ditujukan kepada Bu Guru (wali kelas), lalu diteruskan kepada guru lain (laki-laki) yang merekam dalam video. Percakapan terjadi keesokan hari, saat si murid sudah sembuh.

Dalam video, Pak Guru menanyakan kenapa murid tersebut tidak masuk. "Habis hujan-hujanan, Pak, pas dingin." jawab si murid. Pak guru lanjut bertanya, siapa yang membuat surat? "Surat bikinan aku Pak, emang ada salah, Pak?", ujar si murid berwajah tampan. Pak Guru langsung tertawa, "Endak salah sih, cuman lucu aja, tapi ada satu bunga yang layu, yaitu saya Udin, hari ini saya sakit..."

Begini surat puisi yang ditulis oleh Udin. Dibuka dengan: Alangkah indahnya pagi siang ini | Matahari bersinar dengan terang | burung-burung pun bernyanyi dengan senang | bunga-bunga di taman semerbak mewangi dan bermekaran | tapi ada satu bunga yang layu | yaitu saya (Udin) hari ini saya sakit | jadi tidak bisa masuk sekolah

Bunga yang layu itu bernama... Udin. Polah Udin ini bisa menjadi inspirasi bagi milenial, menulis puisi romantis untuk gebetan. Tapi sekaligus bisa menimbulkan perasaan iri. Dari mana Udin belajar membuat puisi? Siapa yang mengajari, sedang gurunya saja bertanya itu puisi buatan siapa. Mungkinkah bawaan dari lahir?

Bunga yang layu itu bernama... Udin. Ayah Udin wajib bangga, masih SMP sudah bisa membuat wali kelas tersipu-sipu dengan surat izin puitis, netizen justru kelepek-kelepek. Secara dengan cara itu juga Ayah Udin menaklukkan ibunya. Siapa tahu?

Bunga yang layu itu bernama... Udin. Jika nanti melamar pekerjaan, akankah Udin membuat kalimat puitis juga? Alangkah indah pagi siang itu... --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun