Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Murid Belajar, Murid Melakukan: Suatu Kebahagiaan Guru

19 Oktober 2022   00:48 Diperbarui: 23 Oktober 2022   06:50 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi murid belajar, murid melakukan | Foto: pexels.com/Yan Krukov

Guru biasa memberitahu,
Guru baik menjelaskan,
Guru ulung memeragakan,
Guru hebat mengilhami

***

Sebagai guru, di telingaku terus terngiang kutipan di atas. Menggelitik dan mengusik. Sudah menjadi guru yang seperti apakah aku? Cukupkah hanya menjadi guru yang baik?

Tahun ini aku dipercaya mengampu kelas VI (enam) SD, sebelumnya selalu kelas V (lima). Hal itu setelah dua tahun mengajar daring akibat pandemi Covid-19. Satu sisi tenang karena kelas VI sudah lebih besar usianya, lebih mudah diberitahu. Namun di sisi lain tertantang, karena mereka harus menghadapi ujian akhir penentu kelulusan. Aku menjadi wali kelasnya pula.

Dalam tiga bulan pertama semester I, kami menemukan ada banyak keunikan pada anak-anak "generasi Covid-19" ini. Inilah kali pertama mereka kembali ke sekolah setelah dua tahun dikurung di rumah. Keunikan tersebut di antaranya fokus untuk lebih banyak bermain, daya tangkap berkurang, dan tidak menyukai teks bacaan panjang.

Padahal guru juga bertugas mendidik karakter murid, tak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan. Itu salah satu kriteria guru yang baik. Dalam mempelajari suatu ilmu, murid diajarkan juga cara berpikir kritis dalam memecahkan masalah serta melatih keterampilan sosial. Hal ini takkan didapat dari Google yang maha tahu itu.

Dalam mendidik murid itu diperlukan kedisiplinan, komitmen dan tentu saja teladan yang diberikan secara konsisten. Hal ini pun tidak semua orang bisa melakukannya, termasuk orangtua.

Seperti halnya natur anak-anak, mereka melihat dan melakukannya. Di sekolah, murid belajar dan (harusnya) melakukan. Ini menjadi suatu indikator dalam proses pembelajaran. Kalau hanya belajar teori tanpa mempraktikkannya, namanya omdo (omong doang).

Berikut ini beberapa pengalamanku bersama para murid yang aku anggap sukses menerapkan apa yang mereka pelajari. Murid belajar, murid melakukan.

Berbaris sebelum masuk ruangan

Dua tahun belajar daring telah menghapuskan budaya disiplin yang selama ini terbentuk, salah satunya berbaris rapi di depan kelas sebelum masuk ruangan. Di awal semester, kami wali kelas harus mengajari dan melatih mereka seperti mengajari dari nol. Banyak murid yang tetap berkerumun di kelas meski bel sudah berbunyi.

Ilustrasi berbaris sebelum masuk kelas | foto: papasemar.com via ruangguru.com
Ilustrasi berbaris sebelum masuk kelas | foto: papasemar.com via ruangguru.com

Namun setelah berjalan sebulan lebih, mereka akhirnya punya kesadaran. Sebelum masuk kelas, harus berbaris. Beberapa anak yang bertugas sebagai ketua (di tempat kami jabatan dalam kelas digilir supaya adil) harus mengonfirmasi padaku, "Mr, ini baris dulu?" Namun, mereka kini telah sadar dan melakukan secara mandiri. Senangnya hati Pak Guru.

Mengetuk Pintu Sebelum Masuk Ruangan

Salah satu cara mengajari anak sopan santun adalah mengetuk pintu sebelum masuk ruangan. "Generasi Covid-19" banyak yang lupa etika ini. Barang kali ada juga yang merasa di rumah sendiri. Langsung masuk tanpa mengucapkan permisi, tidak menyapa Ms/Mr, langsung eksekusi (misalnya mau minta tisu, minta masker atau mengisi botol minum).

Bahkan pelakunya ada yang dari kelas 6. Jika anak muridku, aku akan memintanya mengulangi dari luar. Harus mengetuk pintu dan mengucapkan permisi. Hal yang sama aku terapkan jika ada yang berlarian naik tangga. Aku minta mereka mengulangi dari bawah. Kejam ya...?

Namun, lama-kelamaan para murid sadar dan lebih disiplin. Setiap kali masuk ruangan, meski pintu sedikit terbuka, mereka harus mengetuk pintu. Apalagi kalau ada Mr. Kris. Mending mengetuk pintu dari pada diminta mengulang.

Tahu Kata-kata yang Tidak Baku

Dalam pelajaran Tematik Tema 3, salah satu materi yang dipelajari adalah "Kata baku dan tidak baku". Dari sini anak-anak diajari untuk mengetahui, mengenal, mengidentifikasi kata-kata yang baku dari yang tidak baku. 

Awalnya mereka mengeluhkan banyaknya daftar kata yang aku berikan. Mereka takut kalau tidak hafal. Namun saat aku berikan latihan dalam teks lengkap, mereka lebih paham.

Murid meralat tulisan tidak baku di depan pintu | dokpri
Murid meralat tulisan tidak baku di depan pintu | dokpri

Suatu kali, ada pengajar yang menempel pengumuman di depan pintu kelas. Saat dilihat muridku, mereka melapor padaku, "Mr, itu kata tidak baku. Boleh saya ganti ya, Mr?" Tentu boleh. Pengalaman lain, saat mereka menemukan kata-kata yang typo di summary, mereka langsung berkomentar bahwa itu kata tidak baku. Murid belajar, murid melakukan.

Minta Izin Menggunakan Handphone.

Di sekolahku, anak-anak dilarang menggunakan handphone di sekolah, kecuali untuk kepentingan: 1) Berkomunikasi dengan orangtua terkait penjemputan, 2) Untuk mendukung pelajaran TIK atau mapel lain yang memang memerlukan penggunaan handphone.

Suatu hari, anak-anak kelas 6 harus melakukan presentasi pada adik kelas (mapel Sains) dengan merekam video/mengambil foto sebagai bukti. Beberapa anak menemuiku sebelum presentasi untuk meminta izin menggunakan handphone saat presentasi. Tidak semua anak meminta izin, tapi setidaknya mereka tahu aturan dan berusaha mematuhinya.

Demikianlah beberapa pengalaman bersama murid. Murid mempraktikkan apa yang dipelajari menjadi suatu kebahagiaan tersendiri bagi guru. Meski aku belum menjadi guru ulung apalagi hebat, tapi aku akan terus belajar mendidik anak-anak agar memiliki keterampilan dasar melebihi ilmu pengetahuan. --KRAISWAN 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun