G20 (Group of Twenty), suatu forum utama kerja sama ekonomi internasional beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia. Dibentuk pada 1999 atas inisiasi anggota G7, G20 menggandeng negara maju dan berkembang untuk mengatasi krisis keuangan global 1997-1999.
Presiden Amerika Serikat mengundang pemimpin negara G20 pada 14-15 November 2008 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang pertama. Saat itu, para pemimpin negara melakukan koordinasi sebagai respons global terhadap krisis keuangan di Amerika Serikat dan sepakat melakukan pertemuan lanjutan.
G20 ini dibentuk demi mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif. Mulanya, G20 merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Namun sejak 2008, G20 juga menghadirkan kepala negara dalam KTT, lalu pada 2010 dilakukan pembahasan di sektor pembangunan.
G20 sebagai forum kerja sama multilateral terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa (EU). G20 merepresentasikan 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggotanya yakni Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
G20 tidak memiliki sekretariat tetap seperti halnya forum multilateral lainnya. Presidensi dipegang salah satu negara anggota, berganti tiap tahun. Riyadh Summit 2020 menetapkan Indonesia memegang presidensi G20 pada 2022. Serah terima dilakukan pada akhir KTT Roma 30-31 Oktober 2021.
Indonesia mengangkat tema "Recover Together, Recover Stronger". Tema tersebut dilatarbelakangi visi Indonesia untuk mengedepankan kemitraan dan inklusifitas guna mendorong pemulihan ekonomi dunia yang tangguh dan berkelanjutan pasca pandemi Covid-19. Tema ini tidak hanya relevan bagi anggota G20, namun juga negara-negara di seluruh dunia.
Gambarannya, jika satu negara terancam cepat atau lambat negara lain ikut terancam. Semua negara telah melalui ancaman besar yakni pandemi Covid-19. Kini, saatnya untuk memulihkan kondisi di berbagai bidang, khususnya ekonomi dan keuangan. Pulih bersama, bangkit perkasa.
Tema ini juga menjadi penghayatan salah satu karakter bangsa Indonesia yakni gotong royong. Agar bisa pulih dan bangkit, kita harus mengerjakannya bersama-sama. Gotong royong membuat pekerjaan yang berat menjadi ringan, yang susah jadi lebih mudah. Gotong royong menghasilkan sinergi demi mempercepat pemulihan kondisi dunia.
Bank Indonesia turut berpartisipasi dalam forum G20 ini. Untuk dapat pulih bersama, diperlukan dua terobosan utama yakni meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Sebagai bagian dari Presidensi G20, BI berupaya mendorong pembahasan agenda prioritas bagi kepentingan nasional dan relevan dengan kepentingan negara-negara berkembang.
BI juga memprioritaskan pembahasan prinsip-prinsip pengembangan uang digital yang diterbitkan oleh Bank Sentral (Central Bank Digital Currency) serta memperkuat pembayaran lintas negara yang lebih cepat, murah dan aman.
Di satu sisi, penunjukkan presidensi ini menjadi suatu kehormatan bagi Indonesia. Mendapat kepercayaan memimpin forum global yang bergengsi. Artinya Indonesia diperhitungkan dalam percaturan internasional. Namun di sisi lain menjadi tantangan tersendiri untuk memulihkan kondisi dunia pascapandemi.
Selain itu, penunjukkan presidensi G20 kepada Indonesia juga menunjukkan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis. Bentuk pengakuan kepada Indonesia sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, yang juga mempresentasikan negara berkembang lainnya.
Momentum presidensi adalah momen langka, hanya satu kali tiap generasi. Harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia secara ekonomi, maupun kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.
Sebagai satu-satunya negara di ASEAN yang menjadi anggota G20, presidensi ini menegaskan bahwa kepemimpinan Indonesia tangguh dalam bidang diplomasi internasional dan ekonomi. Akibatnya, Indonesia menjadi salah satu perhatian dunia. Ini menjadi titik awal pemulihan keyakinan pelaku ekonomi pascapandemi baik dari dalam maupun luar negeri. Ini juga akan menjadi sejarah yang diukirkan dunia bagi Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20.
Presidensi G20 juga menjadi sarana memperkenalkan pariwisata dan produk unggulan Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam serta kebudayaan, kepada dunia internasional sehingga dapat turut menggerakkan perekonomian Indonesia. Pariwisata dan UMKM---motor utama perekonomian---yang lumpuh selama pandemi, kini mulai menggeliat.
Presidensi ini diharapkan dapat mengambil peran nyata Indonesia di mata dunia, diantaranya penanganan krisis keuangan global. G20 turut mengubah wajah tata kelola keuangan global dengan menginisiasi paket stimulus fiskal dan moneter yang terkoordinasi dalam skala sangat besar. G20 dianggap telah membantu dunia kembali ke arah pertumbuhan serta mendorong beberapa reformasi penting di bidang finansial.
G20 telah memacu OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) untuk melakukan pertukaran informasi terkait pajak. Pada 2012, G20 menghasilkan cikal bakal Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) keluaran OECD. Melaluinya, saat ini terdapat 139 negara dan yurisdiksi bekerja sama agar taat pajak.
Dalam penanganan pandemi Covid-19, G20 berinisiatif menanggulangi pembayaran utang luar negeri negara-negara berpenghasilan rendah, injeksi penanganan Covid-19 sebesar >5 triliun USD, penghapusan bea dan pajak impor, pengurangan bea untuk vaksin, hand sanitizer, disinfektan, alat medis dan obat-obatan. G20 juga mendukung gerakan politis yang menghasilkan Paris Agreement on Climate Change di 2015 dan The 2030 Agenda for Sustainable Development.
Selain itu, presidensi G20 memberi manfaat di beberapa bidang bagi Indonesia. Forum ini berdampak langsung bagi perekonomian Indonesia melalui penerimaan devisa. Lebih dari 20 ribu delegasi internasional hadir di Indonesia. Presidensi Turki, Argentina, China dan Jepang sebelumnya menunjukkan forum G20 diperkirakan memberi pemasukan lebih dari Rp 1,4 triliun kepada tuan rumah.
Di bidang politik, presidensi G20 menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperoleh kredibilitas dan kepercayaan dunia dalam memimpin pemulihan global. Sedangkan di bidang pembangunan sosial berkelanjutan, presidensi G20 berpeluang menciptakan efek ganda bagi perekonomian daerah karena berkontribusi di sektor pariwisata, akomodasi atau perhotelan, transportasi, ekonomi kreatif serta UMKM.
Sebagai negara yang kaya dan tangguh, Indonesia telah menunjukkan komitmen dan kesungguhan dalam menangani pandemi Covid-19. Pasca pandemi, Indonesia menghimpun seluruh kekuatan untuk bangkit dan pulih bersama negara-negara lain. Dunia akan mengingat bahwa Indonesia sanggup menjadi pemimpin dunia yang disegani.
Negara lain yang pernah menjadi tuan rumah G20, namun belum tentu setangguh Indonesia. Sebab, saat terpilih menjadi tuan rumah Indonesia telah terlebih dahulu melewati badai Covid-19.
Indonesia dapat berperan aktif dalam beberapa inisiatif di forum G20. Salah satunya Global Expenditure Support Fund (GESF), yakni dukungan terhadap negara berkembang untuk mengamankan anggaran nasional selama terjadi krisis.
Berikutnya Global Infrastruture Connectivity Alliance (GICA), mendukung konektivitas melalui kooperasi dan pertukaran pengetahuan. Inclusive Digital Economy Accelerator (IDEA HUB), forum berkumpulnya para startup unicorn di seluruh negara G20 untuk saling berbagi ide.
Menurut Prof. Dr. Catur Sugiyanto, M.A., Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, menjadi pemimpin presidensi G20 berdampak untuk jangka pendek dan jangka panjang. Akan ada setidaknya 150 pertemuan sejak Desember tahun 2021, dengan KTT di Bali sebagai puncaknya pada bulan November 2022.
Banyaknya pertemuan ini akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Kedatangan para tamu akan berpengaruh pada jumlah penggunaan kamar hotel, travel, dan event organizer lainnya. Meski begitu, dampak jangka panjang yang hendaknya dicapai Indonesia. Dipercaya menjadi presidensi G20 bakal memperlihatkan citra baik pemerintah Indonesia.
Kepercayaan ini berdampak positif terhadap kepercayaan dunia mengenai kestabilan ekonomi dan politik Indonesia. Ini penting untuk meyakinkan para investor, turis dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan Indonesia.
Menjadi presidensi G20 berarti menjadi leader dalam pembahasan berbagai isu/ masalah dunia saat ini. Dalam hal ini kepercayaan para pemimpin (kebanyakan para menteri) dalam membahas berbagai isu seperti perdagangan, investasi, pertanian, lingkungan, UMKM, dan isu lainnya yang dikaitkan dengan strategi yang dilakukan Indonesia untuk keluar dari dampak pandemi.
Di sinilah peluang kita untuk memasukkan nilai-nilai, norma atau kearifan lokal atau budaya yang kita junjung tinggi demi menaikkan pengaruh Indonesia dalam menyelesaikan berbagai permasalahan penting. Seperti dicontohkan presiden Jokowi yang mengambil inisiatif untuk mendamaikan dua negara yang berseteru, Rusia-Ukraina. Sejak awal, Indonesia tidak memihak dan bersikap netral.
Jokowi mewakili Indonesia ingin perang Uraina vs Rusia berakhir, supaya dampak negatif seperti keterbatasan stok bahan pangan bisa segera diatasi. Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia juga hendak mengajak seluruh pemimpin dunia untuk menghidupkan kembali semangat kerja sama dan gotong royong. Hal ini sesuai amanat Pembukaan Undang-Undang untuk turut menjaga perdamaian dunia.
Presidensi G20 juga adalah sebuah kesempatan langka, di mana banyak ahli di dalam negeri secara serentak ikut mendukung penyelesaian-penyelesaian masalah internasional, baik langsung sebagai anggota, maupun kontributor dalam berbagai topik policy brief.
Seluruh elemen bangsa berharap Indonesia sukses memimpin presidensi G20. Kesuksesan ini tentu akan membuktikan bahwa Indonesia memang pantas menjadi pemimpin dunia dan berpeluang menjadi negara maju yang tangguh.
Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H