Mendengar kisahnya, aku tahu bahwa doi hidup serba pas-pasan, harus bergantung penuh pada Tuhan. Jika sampai menjamuku dengan makan siang, pasti menjadi beban tambahan baginya. Aku tidak tahu, apakah berasnya cukup untuk satu-dua hari ke depan, karena jatahnya diberikan untukku. Meski tidak berkelimpahan, doi murah hati.
Hingga kami selesai makan, hujannya masih setia. Doi mencuci peralatan makan. Sebagai tamu yang tahu diri, aku membantu mencuci. Pencitraan. Waktu itu, sabun cuci piringnya sudah habis, jadi aku mencuci memakai sisa sabun yang menempel di dinding botol. Miris memang.
Sambil menunggu hujan berhenti, kami lanjut mengobrol di teras. Doi menawarkan minuman kefir dari susu kambing. Katanya, kefir ini juga salah satu produk yang digelutinya di sini. Rasanya masam dan aromanya tengik khas susu. Namun kata doi minuman ini kaya bakteri baik untuk kesehatan pencernaan. Tiga kali sudah doi menjamuku.
Sore berganti petang, dan hujan menahanku di rumah kontrakan doi. Bagaimana caraku pulang? Atau, haruskah aku menginap di rumah ini? --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H