Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Liburan ke Rumah Simbah, Suatu Pelajaran untuk Hidup Tabah

2 Juli 2022   14:54 Diperbarui: 3 Juli 2022   08:15 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersiap mbolang dengan si kecil | dokumentasi pribadi

Kokap diketahui sebagai salah satu sentra industri gula semut. Dulu, banyak pengrajin yang memproduksi. Namun, tidak semua pengrajin mau menjaga kualitas, namun mengharap harga jual tinggi. (Mentalitas yang susah diajak berkembang)

Bosnya pacarku (waktu itu), melihat ada satu ibu yang mau diarahkan agar menjaga kualitas. Salah satunya mengoven gula, supaya tidak mudah lembab. Sampai dibelikan oven besar oleh si bos. Ibu inilah si Mbah.

Singkat cerita aku sering menjemput pacarku ke Kokap saat weekend, diajak liburan ke Salatiga. Minggunya, aku mengantar doi ke stasiun, kembali ke pekerjaan masing-masing. Menikmati indahnya LDR.

Relasi pekerjaan ini berlanjut pada relasi keluarga, melampaui ikatan darah. Setelah menikah, istriku resign demi mengurus rumah tangga. Meski begitu, istriku tetap menjalin relasi dengan Mbah. Kami masih memesan gula semut untuk produksi minuman herbal istriku.

Terakhir kami mengunjungi ibu ini adalah Desember 2019. Empat tahun kemudian kami baru bisa kembali mengunjungi beliau. Puji Tuhan, beliau dalam kondisi sehat dan bugar.

Mengunjungi Mbah, dulu dan sekarang | dokumentasi pribadi
Mengunjungi Mbah, dulu dan sekarang | dokumentasi pribadi

Mbah adalah seorang pensiunan guru Bahasa Indonesia (SMP). Beliau belum menikah, lebih tepatnya memutuskan tidak menikah. Beliau mendedikasikan waktu untuk merawat adiknya yang butuh perhatian 24 jam, lalu simboknya yang sudah renta. Padahal ada saudaranya yang lain. Pelajaran tabah #1: Rela mengorbankan masa depan demi kecintaan pada anggota keluarga.

Kenapa kami panggil Mbah? Sebab, usianya sepantaran bahkan lebih tua dari orang tua kami. Dia tinggal sendirian di rumahnya. Tidak mengangkat anak. Pernah berniat mengangkat anak dari saudara, tapi tidak diberikan. Meski sudah pensiun, Mbah ini tidak sakit/ stres. Dia mau belajar dan mengerjakan industri rumahan. Pelajaran #2: Tetap berkarya meski tinggal di rumah sendiri dan sudah pensiun.

Setelah sarapan dan mandi, kami segera berkemas. Sedih rasanya harus meninggalkan Mbah. Dia pasti akan sendirian. Kami hanya bisa mendoakan si Mbah sehat, panjang umur sehingga kelak kami bisa kembali berkunjung. Waktu kami pamit inilah, si Mbah menyisipkan amplop buat si kecil. Istri sudah berusaha menolak. "Ini ucapan syukurku, karena kalian mau mengunjungi aku." Itu pelajaran tabah #3. --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun