Jam 11 kurang lima menit, kami pun tiba di rumah Mbah. Perjalanan kami sekitar empat jam (minus rehat) dengan motor matic 110 cc. Mantab! Puji Tuhan selama perjalanan si kecil tidak rewel. Bayi 8 bulan diajak touring sejauh 100 km.
Pintu rumah masih tertutup. Si Mbah sedang bersantai di dalam. Setelah bongkar muatan, si bayi langsung digendong si Mbah. Hebat, meski posturnya kecil, kuat menggendong bayi 10 kg. Sedang aku saja mulai kewalahan.
Selama di rumah Mbah, kami tidak bepergian jauh-jauh. Selain Mbah itu sudah tidak memungkinkan kondisi fisiknya, waktu kunjungan kami terbatas. Jadi banyak dipakai untuk mengobrol dan jalan-jalan kecil di sekitar rumah.
Daerah Kulonprogo merupakan kawasan perbukitan gersang. Banyak ditanami kelapa, jati dan pepohonan berkayu. Wisata sekitarnya adalah Kali Biru yang baru mau menggeliat, lalu dihantam pandemi selama dua tahun. Pemudanya banyak merantau agar bertahan hidup.
Sore itu, kami diajak Mbah jalan-jalan di ke sebuah kedai kopi, namun belum beroperasi. Lokasinya di ketinggian, menyajikan pemandangan indah Waduk Sermo. Pulangnya membeli gorengan, hangat-hangat di sore hari. Lalu, kami meminta tolong Mbah mengantar untuk membeli duren di pinggir jalan. Siapa tahu yang jualan muridnya, bisa dapat diskon bahkan gratis, hihi.
Esok harinya, kami mengajak si kecil sarapan di tepi waduk. (Kami biasa mengajak doi sarapan outdoor). Bendungan Sermo diresmikan Presiden Soeharto. Memberi pasokan air bagi pertanian di sekitar Kokap. Pembangunan terakhir, pemda membelah bukit membuat jalan tembus ke kampung di bawahnya.
Aku menceritakan tentang Mbah. Mbah yang kami kunjungi ini spesial. Tidak ada hubungan darah dengan kami, belum menikah; tapi kami panggil "Mbah".
Ceritanya begini. Sebelum menikah, istriku bekerja di sebuah home industry produk herbal di Jakarta. Kantornya bekerjasama dengan produsen gula semut di daerah Kokap, Kulonprogo, Yogyakarta. Istriku (bagian produksi dan pengembangan bisnis) mendapat tugas untuk mendampingi produksi di Kokap.