Apakah memberi dan menerima hadiah melanggar hukum?
Sudah menjadi budaya di negara kita, orang tua yang mengambilkan rapor anaknya memberi cenderamata atau ucapan terima kasih melalui benda kepada wali kelas. Budaya ini menjadi sesuatu yang sulit dihindarkan.
Pemberian uang dan cenderamata termasuk bentuk gratifikasi. Tindak pidana gratifikasi diatur dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999 dan UU nomor 20 tahun 2001. Gratifikasi dimaksud meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Ringkasnya, pemberian (dalam bentuk apa pun) seseorang yang mengusik profesionalitas orang lain merupakan gratifikasi. Dan itu jelas melanggar hukum. Ancamannya penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Serta denda minimal Rp 200 juta, dan maksimal 1 Miliar. Ancaman akan gugur jika guru melaporkan gratifikasi yang diterima kepada KPK sebelum 30 hari terhitung gratifikasi diterima.
Memberi gratifikasi atau apresiasi?
Berbeda dengan definisi gratifikasi, apresiasi bermakna kesadaran terhadap nilai seni dan budaya, penghargaan atas karya atau pekerjaan orang lain. (KBBI dengan penyesuaian).
Aku yakin tidak semua orang tua memberi gratifikasi. Ada yang bermaksud memberi apresiasi kepada guru/ wali kelas yang sudah berkontribusi dalam mendidik dan mencerdaskan anaknya selama di sekolah.
Meski bergelar pahlawan tanpa tanda jasa, guru juga manusia yang punya bermacam kebutuhan pribadi maupun anggota keluarga. Jika pemberian hadiah dengan maksud apresiasi tentu baik dan membesarkan hati guru. Apresiasi bukan dengan barang mewah atau uang.
Aulia Postiera, eks pegawai KPK menolak memberikan hadiah kepada guru anaknya meski orang lain melakukannya. Baginya, hadiah untuk guru termasuk gratififikasi. Ia tak masalah dianggap pelit, karena ini justru menjadi momentum untuk mengajarkan pendidikan antikorupsi pada anak-anaknya.