Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #5

21 Mei 2022   14:31 Diperbarui: 21 Mei 2022   15:37 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya... Aku tidak ingin disetir perasaan kasmaran lagi. Di gereja Surabaya maupun Salatiga juga tidak ada indikasi tentang sosok pasangan hidup yang aku doakan... dengan campur tangan Tuhan, doaku justru dijawab dengan cara tak terduga. Aku justru diarahkan pada sosok yang tidak masuk dalam daftar doaku. Siapakah dia?

Baca juga: Beda Adat, Siapa Takut? #4

***

Bagian ini menceritakan sudut pandang istriku:

Aku dibesarkan dan dididik oleh bapak yang melarang keras untuk berdekatan, apalagi berpacaran semasa sekolah. "Sekolah yang baik, jangan pacar-pacaran dulu!" Kalimat itu terus diulang saat makan malam, hingga "mengkristal" di benak dan sangat mempengaruhi hidupku.

Sejak kelas dua SD anak-anak cowok sering iseng untuk menunjukkan rasa tertariknya pada Yanti. Rambut panjang sepinggang membuat Yanti terlihat beda dari anak cewek umumnya. Beberapa kali Yanti dikirimi surat oleh teman-teman cowok, namun tidak kurespons karena larangan bapak.

Saat kelas 6 SD aku sedikit tertarik pada salah satu teman cowok, namun hanya bisa dipendam. Perasaan itu lalu hilang begitu saja karena takut ketahuan bapak.

Di jenjang SMP aku bersekolah di daerah kecamatan. Lumayan jauh jika berjalan kaki. Jumlah siswanya lebih banyak dibanding SD. Aku tidak PD keluar kelas saat jam istirahat. Kudapati beberapa surat terselip di buku paket, kantong tas, maupun dititip ke temanku. (Hayo, siapa yang pernah surat-suratan waktu sekolah?) Hal itu membuatku makin enggan keluar kelas.

Pesan Bapak agar tidak pacaran membuatku mangacuhkan para cowok, bahkan sekedar bertegur sapa. Ditambah rasa malu yang sangat tinggi memasuki usia remaja. Nampak berlebihan memang. Akibatnya, mereka yang mencoba mendekatiku sering mencariku ke kelas. Sampai-sampai aku sembunyi di kolong meja.

Banyak teman cowok yang mencoba mendekatiku. Seingatku ada lima teman seangkatan yang menunjukkan ketertarikannya padaku. Abang kakak kelas ada tiga (atau lebih) juga mencoba mendekati dan mengirimiku surat. Semua cowok itu tidak aku respons. Aku justru bersembunyi dari mereka.

Ada lagi salah seorang teman sekelas yang membuat Yanti agak tertarik karena anaknya pintar. Itu pun Yanti tidak berani melangkah. Relasi itu tidak ada awal dan akhirnya. Alhasil, hingga lulus SMP aku tidak pernah berpacaran.

Yanti melanjutkan SMA di Kota Madya Pematang Siantar, menjadi anak kos yang tinggal jauh dari orang tua. Harusnya ini menjadi kesempatan Yanti untuk berteman akrab pada cowok. Namun Yanti tetap kesulitan mengelola perasaan masa remaja. Yanti mengurung perasaan yang tidak jelas arahnya.

Sebenarnya Yanti masih memendam perasaan pada teman sekelas saat SMP, namun tidak ada jalan untuk melanjutkan relasi. Ada juga Abang kelas saat SMP (di SMA yang sama) masih memendam rasa suka padaku. Lagi-lagi Yanti tidak memberi respons, malah bersembunyi dan rapat menutup diri. Hingga lulus SMA Yanti melewatkan masa cinta monyet, tidak seperti teman-teman.

Sebuah anugerah Tuhan, aku diberi kesempatan kuliah di FKM UNDIP Semarang. Ada kerinduan, semoga masa kuliah ini punya pacar. (Tanpa diberi pemahaman, larangan dari orang tua membuat anak justru ingin melakukannya. Ya kan?)

Bersyukur pengertian itu diluruskan saat mengikuti Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan KTB (Kelompok Tumbuh Bersama). Aku dibukakan tentang cara yang benar menggumulkan Pasangan Hidup. Aku bertekad memperbaiki relasi dan komunikasi pada teman-teman (khususnya lawan jenis) yang dulu mencoba mendekatiku. Bersyukur bisa berkomunikasi meski lewat chat. Hingga lulus kuliah pun aku belum pernah pacaran, hahaha...

Meski belum pernah pacaran, namun pola pikirnya sudah lebih matang dibanding masa remaja. Hingga lulus kuliah, aku memahami bahwa masa single adalah masa penantian seseorang yang tepat sembari mempersiapan diri menjadi seorang yang juga lebih baik.

Aku tidak lagi dibayangi rasa takut dengan nasihat Bapak. Atau perasaan bersalah kepada teman-teman cowok yang pernah aku acuhkan. Semakin bertambah usia, semakin memahami untuk memiliki relasi yang baik kepada semua teman, cewek maupun cowok.

Aku terus berdoa untuk sosok pasangan hidup yang sepadan sesuai kriteria. Juga mendoakan karakter pribadi yang perlu diubahkan. Aku terus belajar untuk membuka diri kepada teman cowok, juga terus memperlengkapi diri dengan berbagai keterampilan dan kreatifitas. 

Lulus kuliah dan bekerja, aku tidak pernah khawatir perihal Pasangan Hidup. Aku terus konsisten mendoakan Pasangan Hidup tiap Sabtu malam (malming bersama Tuhan). Aku tidak tahu siapa, kapan dan bagaimana akan bertemu sosok PH. Namun aku terus setia dalam doa. Berharap suatu waktu bisa bertemu dan berdoa bersama calon Pasangan Hidup. (RN)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun