"Perubahan apa yang paling utama kamu alami setelah menikah, Kris?", demikian tanya kakak rohaniku.
Fisik? Tidak. Pendapatan, tidak juga. Makin banyak uban, pasti. Maksudnya perubahan dalam siklus hidup, salah satunya tanggung jawabnya bertambah.
Semasih pacaran, hanya memikirkan pacar. Mengusahakan ketemu setidaknya dua bulan sekali (kami LDR sejak jadian). Video call dengan pacar tiap malam.
Waktu awal menikah, tanggungan utama ya istri. Ini menjadi masa-masa yang sulit, karena tidak pernah tinggal satu kota, tahu-tahu menikah dan tinggal serumah.
Itu pun tak lama, karena Tuhan memberikan hadiah yang---menurut kami---terlalu cepat. Hanya sekitar sebulan setelah menikah, istri sudah berisi. Wow, puji Tuhan! Jadi tidak ada alasan kerabat, tetangga atau netizen yang cerewet (nyinyir) kapan punya momongan.
Namun, yang menjadi kekhawatiran, apakah kami siap menjadi orangtua? Lalu, bagaimana kami akan mengasuh anak nantinya?
Jika ditanya kapan siap, tidak ada orangtua mana pun yang siap. Namun, satu yang pasti,
Siap menikah, harus siap dengan tanggung jawab menjadi orangtua
Sejak menyiapkan pernikahan, kami sudah berprinsip, bahwa anak akan menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Aku menjadi penafkah utama, istri merawat anak sambil mengerjakan usaha sampingan. Apa cukup nanti untuk kebutuhan harian? Apa ndak eman gelar sarjana istri?
Tidak ada yang sia-sia dengan mengurus rumah tangga. Seperti kata Dian Sastro, "Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak cerdas." Mengurus rumah tangga tidak mengurangi kecerdasan perempuan sama sekali.