Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kami Mengasuh Sendiri Anak Kami

12 Mei 2022   12:07 Diperbarui: 12 Mei 2022   19:55 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua belajar bersama anak (freepik)

Berikut ini tiga alasan mengapa kami mengurus sendiri anak:

1) Tuhan mempercayakan anak kepada kami

Saat Allah menciptakan manusia pertama (laki-laki), ia tidak menemukan pasangan yang sepadan dengannya diantara ciptaan. Allah berinisiatif menjadikan penolong yang sepadan bagi laki-laki, yakni perempuan. Maka, dengan alasan apa pun perilaku LGBT tidak dapat diterima, tidak dibenarkan.

Laki-laki menjadi satu daging dengan perempuan melalui pernikahan. "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Allah-lah yang menciptakan lembaga pernikahan. 

Dari sini hadir anak/ keturunan beserta tanggung jawab pengasuhan. Hubungan di luar pernikahan juga tidak dibenarkan, melanggar tatanan yang Allah buat.

Tuhan mempercayakan anak kepada kami (dan kita, pasangan laki-laki dan perempuan yang sudah menikah). Ada juga wanita yang memang fokus pada karir, sedang ia baru punya anak. Mendapat cuti hanya tiga bulan. Demi tuntutan pekerjaan, akhirnya butuh bantuan untuk mengasuh anak, bisa orangtua atau helper. Tak apa, itu kesepakatan masing-masing pasangan.

Konsekuensi dari mengasuh sendiri anak, kami menjadi lebih cepat lelah. Istri mengerjakan tugas rumah tangga, aku bekerja pulang juga sudah capek. Istri juga bergantung dari gajiku. 

Ada tambahan dari usaha sampingan dan aku memberi les. Ini kami jalani, demi pengasuhan dan pendampingan yang maksimal pada anak.

2) Menanamkan fondasi yang benar dan konsisten

Mentor pernikahan kami pernah berkata, anak akan menerima nilai dari siapa yang mengasuhnya. Sangat relevan dengan pengalaman beberapa teman kami.

Misalnya, orangtua mengajarkan disiplin tentang makanan sehat, pola istirahat, video yang ditonton, maupun waktu bermain. 

Oleh Mbah, bisa saja tatanan ini diterabas. Mbah akan lebih mudah kasihan, sehingga membiarkan. Yang penting si cucu senang, tidak rewel.

Dampaknya, jika si anak melakukan kesalahan/ melanggar, dia akan berlindung pada Mbah, karena selama ini tidak masalah dengan Mbah. Bagaimana jika si anak diasuh helper? Iya kalau helper-nya mengajarkan yang benar, kalau sesat...?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun