Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Libur Lebaran ke Mana Saja?

8 Mei 2022   21:32 Diperbarui: 9 Mei 2022   09:43 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berendam kaki di kolam ikan | foto: YANTINAI

Masih ingat terakhir Anda piknik? Setelah dua tahun kita "dikurung" pandemi Covid-19, akhirnya tahun ini kita boleh mudik dan piknik. Dari banyak alasan yang bisa disebutkan, salah yang bisa membuat orang bahagia adalah piknik. Setuju?

Selain bahagia, piknik bermanfaat bagi kesehatan mental, jantung, menyegarkan pikiran dan meningkatkan semangat hidup. (alodokter.com) Yang tidak pernah piknik, bisa jadi paling tidak bahagia, dan... tidak sehat.

Paling populer pasti piknik ke pantai (butuh vitamin sea, nih!), mal, ke Bali, pegunungan, air terjun, tepian danau, atau bahkan ke luar negeri. Sistem indera kita bisa menangkap sesuatu yang indah dan menyenangkan sehingga otak bisa memproduksi hormon yang membuat kita bahagia (dopamin, misalnya).

Tapi, untuk menjangkau tempat-tempat impian seperti disebutkan di atas, ada harga yang harus dibayar. Harga yang aku maksud tidak hanya materi, tapi waktu dan tenaga. Bisa dibayangkan, setelah menahan diri selama dua tahun untuk liburan, lalu tetiba dibebaskan pasti jalanan dan lokasi penuh sesak.

Demi bisa mencapai tempat impian tersebut, harus menembus kemacetan saat pergi-pulang. Tiba di lokasi bisa berfoto, dan mungkin bermeditasi menikmati suasana jika di lingkungan alam, lalu mengisi beranda di media sosial. Kalau banyak like dan comment, pasti tambah bahagia.

Tapi pulangnya harus kembali menembus kemacetan. Energi bahagia yang didapat menguap di jalan. Jadi impas, berangkat butuh energi, tiba energi terisi, pulang energi terpakai. Capek dong.

Nah, semuanya kembali pada standar kebahagian tiap orang. Ada yang menggebu mendatangi tempat impian (dan kekinian), tak soal biaya dan tenaga harus dikeluarkan. Tapi ada juga yang piknik dengan cara berbeda, seperti aku dan keluarga jalani misalnya. Begini cara kami menikmati libur lebaran.

Bersilaturahmi ke rumah kerabat

Dua tahun lalu, silaturahmi harus dilakukan secara jarak jauh demi keselamatan bersama. Jadi kurang afdol, tidak greget. Tapi keselamatan bersama lebih utama. Kerinduan untuk bertatap muka harus ditahan sementara. Bukankah sudah terbiasa menahan diri selama 30 hari berpuasa?

Tahun ini akhirnya bisa silaturahmi tatap muka. Aku bersama anak dan istri, bareng orang tuaku mengunjungi kerabat. Rumah kerabat relatif dekat, hanya lintas kecamatan. Ada juga keponakan yang tinggal di Lumajang dan Jepara berkesempatan mudik ke Salatiga, jadi silaturahminya makin lengkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun