Aku suka peribahasa kekinian buatan Kompasianer (Pak) Pebrianov, "Sepandai-pandainya tupai berenang di danau minyak goreng, akhirnya tenggelam juga" untuk menohok para mafia minyak goreng. (Baca di sini) Aku punya peribahasa juga, "Sedalam-dalamnya minyak ditimbun, baunya ketahuan juga."
Di awal-awal kelangkaan minyak goreng, aku percaya saja pemberitaan media bahwa penyebab utama kelangkaan minyak goreng adalah cuaca buruk, menyebabkan hasil panen tidak menentu (dalam artikel ini). Cuaca buruk gundu*mu iku! Begitulah, pejabat selalu punya kata-kata manis untuk menutupi boroknya.
Dari awal, banyak pihak telah bertanya curiga dan dibuat geram. Salah satu negara produsen sawit terbesar kok minyak goreng langka. Kalau pun ada harganya mahal. Tak masuk di akal. Pemerintah (dalam hal ini Kemendag dan kementrian terkait) dianggap tidak becus mengurus minyak goreng.
Para pengamat bahkan menduga ada kartel mafia minyak goreng yang bermain. Itulah sebabnya berlaku peribahasa sedalam-dalamnya minyak ditimbun, baunya ketahuan juga.
Selasa (19/4/2022) Kejaksaan Agung RI menetapkan empat orang tersangka mafia minyak goreng, seperti disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam konferensi pers. Dugaan korupsi ekspor minyak goreng didalangi salah satunya oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW).
Tindakan korupsi hampir pasti tidak bisa dilakukan seorang diri, jadi ada pihak lain yang terlibat. Tiga tersangka lainnya adalah pihak perusahaan swasta yakni Parulian Tumanggor (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), Stanley MA (Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup/ PHG) dan Togar Sitanggang (General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas).
Penetapan keempat tersangka ini berdasarkan penyelidikan terhadap 19 saksi 596 dokumen dan ahli. Dirjen Kemendag Wisnu Wardhana memberikan persetujuan ekspor yang melanggar syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), yang harusnya memasok minimal 20% dari volume ekspor.
Kedua syarat itu merupakan aturan main untuk perusahaan yang hendak mengekspor CPO/minyak goreng mentah dan turunannya. Para eksportir itu tidak memenuhi DPO, tapi tetap mendapat persetujuan ekspor dari Dirjen PLN Kemendag sendiri.
Tiga perusahaan minyak goreng sebesar itu bisa bersekongkol memainkan minyak goreng hingga berbulan-bulan, mustahil dilakukan tanpa orang dalam pemerintah. Ditambah lagi, pelakunya dari pejabat Kemendag sendiri.
Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan pasti kebakaran jenggot. Masakan tingkah bawahannya sendiri ia tidak tahu. Dikhawatirkan, Mendag Lutfi ikut kecipratan minyak goreng. (Ingat pengalaman Mensos Juliari dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.) Biarlah kinerja dan temuan para penyidik yang menjawab.
Bisa diartikan, janji-janji manis Mendag Lutfi selama ini untuk menstabilkan stok dan harga minyak di pasaran tak lebih berbobot dari angin. Omong kosong. Jika Menteri Lutfi tahu malu, pasti akan mengambil tindakan secepat mungkin dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Sebab, bawahannya tak sanggup diurusnya.
Menyinggung sedikit tentang subsidi minyak goreng dari pemerintah. Pemerintah menyatakan subsidi minyak goreng curah mencapai Rp 7,28 triliun. Subsidi ini diberikan dalam bentuk penerapan harga eceran tertinggi (HET) maupun BLT (bantuan langsung tunai). Langkah ini adalah solusi jangka pendek, bukan akar masalahnya. Terbukti, ketersediaan minyak goreng murah langsung ludes di pasaran hanya dalam beberapa hari.
Melambungnya harga CPO dunia membuat pengusaha memilih menjualnya ke luar negeri. Akibatnya produsen minyak goreng kesulitan membeli CPO. Daripada memberi BLT dan subsidi minyak murah pada masyarakat (represif), sebaiknya subsidinya diberikan pada pengusaha (preventif). Atau katakanlah, membeli CPO dengan harga yang wajar, jangan murah banget. Tujuannya agar pengusaha mau memenuhi syarat DPO. Namun ini cuma analisa rakyat jelata, di lingkup korporasi tentu tidak sesederhana itu.
Mendapati hal ini, aku membayangkan, setelah melontarkan janji-jani manis dan sidak di pasar, setelah ini Mendag Lutfi bakal megap-megap. "Sudah jauh aku mencari, ternyata kamu ada di sekitarku," mungkin begitu ungkap Lutfi.
Kita berharap dengan ditangkapnya para mafia ini, ketersediaan minyak goreng di Indonesia bisa segera normal. Apalagi menjelang lebaran, saat kerabat yang merantau berbondong-bondong (boleh) mudik, merindukan opor dan bermacam olahan makanan diolah dengan minyak goreng dan bercengkerama bersama keluarga.
Terakhir, kita mengapresiasi kinerja para penyidik yang mengusut mafia minyak goreng. Namun, awas, para jaksa dan hakim harus hati-hati. Jangan sampai tergiur dengan tetesan minyak goreng. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H