Mengapa sehabis booster malah positif?
Itulah pertanyaan yang kembali mengusik kepalaku. Ada dua orang dinyatakan reaktif dari tes bersama siang itu. Melalui grup WA, temanku menginformasikan, kata salah satu nakes yang mengetes kami, reaktif di sini bisa saja flu biasa. Banyak makan dan istirahat, minum vitamin pasti segera pulih. Entah sekedar menghibur atau benar, tapi aku meyakininya.
Beberapa temanku yang sekitar seminggu booster mengalami gejala serupa. Menjawab pertanyaan di atas, dokter spesialis penyakit dalam RA Adaninggar menjelaskan vaksinasi ditujukan untuk melatih imun tubuh mengenali dan melawan virus. Tubuh manusia sendiri yag akan membuat antibodi dan sel imun melawan Covid-19. Kadar dan kualitas antibodi serta sel imun tergantung kondisi tubuh tiap orang. (kompas.com)
Fungsi booster, lanjut dr. Ning, adalah melatih ulang sistem imun dalam melawan virus SARS CoV2 sehingga diperoleh kadar antibodi lebih tinggi dan respons sel memori yang lebih kuat dan tahan lama.
Berikut ini pengalaman beberapa rekanku sehabis booster. Ms. A, booster hari Minggu, Sabtunya dinyatakan positif. Aku booster Kamis, Rabunya positif. Gejala kami sangat mirip, merk vaksin sama, dan rentang waktunya sama, tujuh hari.
Ms. B, hari Kamis (hari saat aku booster) merasa tenggorokannya tidak enak, tapi tidak demam. Jumat dia izin WFH, Senin swab (5 hari), hasilnya positif. Ia beberapa hari sebelumnya juga baru booster, dengan KIPI lumayan hebat. Ms. C, tidak merasakan gejala apa pun. Dia juga menduga, apa kami reaktif karena baru booster. Dia baru booster hari Minggu (20/2) lalu.
Kita adalah debu
Aku dan mungkin beberapa rekan yang terkonfirmasi positif Covid-19 punya daya untuk mengeluh, "Kenapa aku Tuhan?", "Kenapa terjadi lagi?" atau ungkapan lain senada. Tapi, kemarin (2/3) dalam perayaan Hari Rabu Abu aku kembali diingatkan, bahwa kita adalah debu dan akan kembali menjadi debu.
Perayaan ini juga mengingatkan kita bahwa kita---disadari atau tidak, kelihatan atau tidak---perlu bertobat setiap hari sebab tiap hari kita bisa melakukan dosa. Bukan berarti juga saya (dan kita) yang terkonfirmasi disebabkan karena dosa. Memang ada kasus tertentu sakit sebagai akibat dosa.
Kesadaran "kita adalah debu" mengarahkan pada pemahaman bahwa dalam menjalani hidup ini, apa pun kondisinya kita memerlukan pertolongan Tuhan. Tidak ada yang perlu dibanggakan berlebihan, maupun disesali. Aku sakit, supaya aku lebih bergantung kepada Tuhan.