Bisakah manusia hidup tanpa minyak goreng? Jawabnya bisa "ya", juga "tidak".Â
"Ya", jika mau mengurangi mengonsumsi makanan olahan minyak dan mengganti dengan olahan lain. Tapi juga "Tidak", jika penghidupannya seputar minyak goreng.
Menariknya, pekan lalu istriku masih bisa membeli gorengan di pasar harganya sama. Penjualnya dapat minyak goreng dari mana, punya stok berapa, kualitasnya seperti apa, tentu hanya mereka yang tahu.Â
Yang jelas, mereka tidak ikutan mogok menggoreng seperti pengusaha tahu-tempe lantaran harga kedelai naik.
Ini menjadi salah satu indikasi bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk adaptif. Tidak "mati" hanya karena satu-dua hambatan dan masalah.
Baca juga:Â Harga Minyak Goreng Mahal? Ini 3 Tips Menghadapinya
Suatu hari, terjadi percakapan dengan istri, "Kemarin waktu minyak murah, kenapa kita tidak beli yang banyak buat stok ya, satu krat gitu...?" Aku memulai.
"Iya, kita punya stok minyak, tapi tidak beli beras dan lain-lain?!" balasnya agak meninggi (wkwkwk). Harus diakui, di dunia ini orang yang punya modal yang akan menguasai stok. Sebuah perusahaan di Sumut yang menimbun jutaan liter minyak contohnya.
Tapi kembali lagi, bahwa hidup tidak melulu tentang minyak goreng. Ada hal-hal lain yang perlu ditangani seperti harga beras dan gas LPG yang naik, tahu-tempe yang langka, dan deretan masalah yang datang silih berganti.Â
Dengan kemampuan adaptif, mari maksimalkan sumber daya yang ada untuk bertahan, syukur menghasilkan.