Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Waspada! Aku Hampir Jadi Korban Penipuan Bukti Transfer

4 Februari 2022   22:59 Diperbarui: 7 Februari 2022   00:48 5571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hampir tertipu bukti transfer | foto: KRAISWAN

Anda pernah jadi korban penipuan sejumlah uang? Semoga tidak. Tapi, seringkali kita tersandung sekali agar lebih hati-hati kalau berjalan, bukan?

Kecanggihan teknologi dan sistem informasi sejalan dengan merebaknya tindak penipuan. Sepintar-pintarnya anda menyimpan benda berharga di gawai, lebih pintar penipu mencurinya. Apalagi dengan ilmu hipnotis---atau apa pun namanya---yang bisa menyasar siapa pun jadi korban.

Aku pernah tertipu sekali, merasa diri sangat bodoh karenanya. Aku ceritakan kronologi singkatnya ya...

Semasih kuliah, hingga tahun kedua sepertinya, aku belum juga dibuatkan SIM oleh orang tua. Perekonomian alasannya, "Kalau ada cegatan menghindar. Jangan sampai kena tilang," bujuk ayah.

Mungkin sadar konsep ini keliru, akhirnya aku dibuatkan SIM sekalian bareng adik. Nantinya waktu mau membayar, kami diminta mengaku saudaranya polisi, namanya anu. 

Setelah brifing, aku melangkah bareng adik ke kantor Poltas, mendaftar sesuai prosedur. Setelah tes teori dan praktik, waktunya membayar pada petugas.

Anehnya, transaksi tidak dilakukan di loket, tapi di pojok suatu ruangan. Mencurigakan. Sesuai brifing, aku diminta menyebutkan nama seseorang yang dipercaya melancarkan segala urusan. 

"Aku saudaranya Bogel, Pak." Anda tahu hasilnya, biar aku mengaku saudaranya presiden, aku harus tetap membayar sesuai yang petugas minta. 

Pelajaran moral 1: jangan mengaku saudaranya polisi hanya untuk mengurus SIM.

***

Suatu siang gerimis aku mendapat panggilan masuk, nomornya tidak tercatat. Waktu aku tanya siapa namanya, si penelpon balik bertanya, "Hayo ini suaranya siapa, masa tidak ingat saudaranya sendiri?" 

Aku dikondisikan bersalah jika tidak bisa menyebutkan nama. Pernah senasib? Ini hipnotis, pemirsah!

Tanpa curiga, kukira si penelpon adalah Bogel, yang namanya diharapkan membereskan urusan SIM. 

Mengakunya, si Bogel menabrak seseorang. Aku tidak boleh menceritakan pada siapa pun. Bogel minta tolong diisikan pulsa untuk menghubungi keluarganya, nanti segera diganti. Mintanya pun lumayan, seratus ribu. Angka yang besar untuk mahasiswa waktu itu.

Keluarga si korban sedang di ruang ICU menemani korban. (Hah??) Ia menuntut Bogel mengisikan pulsanya juga, aku yang disuruh mengisi. Sampai dua kali. Waktu aku ke ICU rumah sakit dimaksud untuk meminta uangku diganti, Bogel terus mengelak, padahal aku ada urusan lain. Bahkan si Bogel minta ditransfer 1 juta. Buset! Sebab aku tidak punya sebanyak itu, aksi Bogel gagal.

Keesokan harinya waktu aku panggil nomor yang dipakai Bogel, tidak aktif. Kenapa tidak telepon nomor yang tersimpan di HP? 

Telepon tersambung, tapi si Bogel---yang ini---mengaku tidak pernah menelpon untuk ditransfer pulsa. Aku sedih. Bogel yang ini menipuku. Akibatnya, relasi kami jadi renggang. Belakangan aku sadar, Bogel yang menipuku bukanlah Bogel yang kucatut namanya waktu membuat SIM. Aku tertipu, hiks...

***

Akhir Januari kemarin aku hampir jadi korban penipuan bukti transfer. Ceritanya begini, istriku produsen minuman herbal rumahan. 

Satu adik rohaniku berlangganan, bayarnya transfer. Aku kenal loh dengan adik ini. Suatu kali dia menunjukkan tangkapan layar bukti transfer. Tapi, ada yang aneh.

Hampir tertipu bukti transfer | foto: KRAISWAN
Hampir tertipu bukti transfer | foto: KRAISWAN

Biasanya, suatu bukti transfer ada keterangan "BERHASIL", bukan? Di gambar (kiri) yang dikirim adikku itu, tidak ada. Malah masih ada konfirmasi "Cancel" atau "OK". Wah, kurang ajar. Aku mau ditipu.

Masa sih adik rohaniku tega menipu? Meski begitu, aku cek mutasinya dan tidak ada nominal dimaksud. Setelah aku konfirmasi, adikku bercanda katanya. E lha dalah...

Ngomong-omong, setelah membaca tulisan seorang Kompasianer aku baru ngeh bahwa bukti transfer dari m-banking sangat mudah dimanipulasi. Iseng, aku coba merekayasa dengan CorelDRAW. Jangan kaget, tapi ini hasilnya.

Bukti transfer mudah direkayasa. Kiri asli, kanan rekayasa. | gambar: KRAISWAN
Bukti transfer mudah direkayasa. Kiri asli, kanan rekayasa. | gambar: KRAISWAN
99% aku yakin, Anda takkan bisa membedakan. Gambar kiri adalah asli, kanan adalah editan. Sayangnya, info ini bisa menjadi celah bagi penipu lain. 

Tapi, semoga jadi pelajaran buat Anda. Jenis font yang dipakai adalah font standar. Lalu latar belakangnya senada, tidak ada watermark apa pun, sangat mudah dimanipulasi.

Bagaimana aku melakukannya?

Tangkapan layar bukti transfer sangat mudah dimanipulasi | gambar: KRAISWAN
Tangkapan layar bukti transfer sangat mudah dimanipulasi | gambar: KRAISWAN

Data yang hendak dimanipulasi ditutup dengan shape yang warnanya sangat mudah ditiru (lihat panah kuning). 

Setelah ditutupi, pasang data palsu yang diinginkan. Data ini bisa tanggal, jam, bahkan nominal. Ngeri kan???! Model penipuan ini tidak perlu keterampilan canggih. Namun kita tetap harus waspada.

Bagaimana supaya tidak jadi korban penipuan, khususnya dalam bukti transfer?

1) Harus eling saat transaksi

Eling artinya sadar, tidak di bawah pengaruh/ kendali apa pun dan siapa pun. KBBI: berpikiran sehat, ingat akan Tuhan Yang Maha Esa. 

Jika Anda dalam kondisi sepertiku yang ditelepon (kukira) si Bogel, berarti anda tidak eling. Bisa jadi kena hipnotis.

Konon, cara untuk mematahkan jerat hipnotis ini adalah ditepuk pundaknya. Sebelum transaksi, untuk jaga-jaga, pesan pada orang terpercaya di dekat anda, agar menepuk pundak anda kalau mulai bertindak tidak eling.

Si penelpon yang hendak menipu biasanya merekonstruksi kondisi panik yang ditularkan pada anda. Jika anda panik, Anda otomatis kasihan lalu tidak eling, dan menuruti apa yang diminta si penipu. 

Moral #2: kalau Anda ditelepon siapapun yang terkesan panik, Anda jangan panik!

2) Cek mutasinya

Penipuan via telepon terkesan meyakinkan. Sebab, melalui suara cukup membuat penerima pesan percaya kondisi yang dinarasikan, seolah-olah benar. 

Kebanyakan kasus yang mengemuka, seorang asing menelepon dengan HP anggota keluarga kita (misalnya anak), tahu identitas pemilik HP, dan mengabarkan kecelakaan butuh biaya sekian juta untuk operasi karena kritis, dst, dst. Padahal HP-nya hilang dan ditemu orang.

Dalam suatu transaksi, untuk menghindari penipuan meski dari orang yang kita kenal, baiknya cek mutasi melalui m-banking. 

Pernah aku alami, dua orang yang aku kenal sudah transfer tapi belum masuk, salah satunya bahkan mengirim bukti TF. 

Rupanya, sistem terkendala. Ada yang gagal transfer, bisa juga jaringan internet buruk pengirim maupun penerima. Jika sudah ada di mutasinya, bolehlah kita lega.

3) Jika perlu, cetak buku

Meski dengan dua tips di atas bisa saja kita masih tertipu. Cek mutasi secara via aplikasi, ditangkap layar, pun masih bisa diedit pihak penerima. Maka, pantas dicoba tips ketiga: cetak buku jika perlu. Apalagi jika nominal transaksinya jutaan.

Kecanggihan aplikasi selalu punya celah untuk direkayasa. Terkadang, cara manual bisa lebih aman. Cetak buku adalah validasi paling sip. Bank punya rekaman aliran keluar masuk uang tiap nasabah. Meski untuk mencapai meja teller menguji kesabaran, apalagi di situasi pandemi. Antrian dibatasi, hajat nasabah melimpah. Mending antri daripada kena tipu, toh?

Demikian sharing-ku. Semoga di era secanggih ini kita tetap waspada agar tak jadi korban penipuan. --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun