Mungkin karena tergiur dengan nominal pinjaman yang besar, dia ketagihan. Meminjam lagi untuk membeli barang dagangan seputar pakaian wanita.
Tanpa perhitungan jangka panjang, dia tersandung. Dagangannya masih menggunung, kondisi pandemi pula, sedang tagihan makin dekat jatuh tempo. Konon, denda pinjol ada yang sampai Rp 100.000 per hari. Mateng!
Aku sendiri geram dengan picik isi kepalanya. Orang tidak setiap hari beli baju. Sedang dendanya sebesar itu. Belum tertutup pokok utang, bunga hariannya mencabik lebih dalam. Info dari teman dekat kerabatku, utangnya mencapai puluhan juta!
Wah, memang dipakai untuk belanja apa saja? Ternyata dia berprinsip gali lubang tutup lubang. Utang ke sana untuk menutup utang di sini. Dan Anda bisa tebak, bunganya bertebaran di mana-mana, beban bunganya lebih besar dari utangnya sendiri. Ngeri.
Jika Anda berminat atau tergiur dengan pinjol, saranku: jangan. Daripada menyesal kemudian.
Pengalaman serupa dialami teman istriku, perempuan pula. Teman istriku ini hobi berbelanja online dengan metode bayar kemudian (pay later).Â
Dalam kondisi pandemi, pekerjaannya sepi. Tagihan dan gaya hidup bertambah, pendapatan berkurang. Jadilah lubang menganga lebar, mencapai puluhan juta juga.
Kakak teman istriku itu sampai harus ikut menambal lubang itu. Syukur kakaknya ini perhatian. Aku mau menambal lubang yang dibuat kerabatku? Wong untuk keseharian saja sudah engap, haha.
Ada lagi teman dekat istriku. Sejak lulus kuliah, dia sudah terbiasa pinjam-meminjam uang dengan istriku.Â
Istriku pun pernah meminjam uang padanya karena memang sedang belum ada pekerjaan. Namun bergegas melunasi saat mendapat kerja, dan tidak mengulangi utang.