"Apa yang Anda pikirkan sekarang?" pasti anda pernah ditanya begitu. Uniknya, bukan manusia yang menanyakan, tapi salah satu aplikasi di medsos, yaitu Facebook. Meski ditanya oleh mesin/ aplikasi, anda (dan saya) tetap merespons juga.
Itulah tren pola interaksi manusia terkini di era medsos. Dunia maya yang seolah-olah nyata. Dengan medsos, interaksi tidak langsung makin populer. Terkadang untuk tahu kabar orang lain, tak perlu bertemu atau menanyakan. Lihat saja aktivitasnya di medsos, baik di feed atau story.
Di era sekarang, siapa yang tidak doyan membuat story. Media sosial memberi fasilitas tanpa batas bagi warganet untuk menceritakan apa pun tentang hidupnya setiap hari, jam, menit, bahkan detik. Itulah sebabnya, story di medsos hanya berlaku 24 jam, supaya bisa diperbarui setiap hari.
Terhangat, Instagram meluncurkan fitur "Add Yours". Fitur ini memberi template (panduan) berupa kalimat tentang apa yang harus di-story-kan. Misalnya kenangan bersama pacar, anak, keluarga. Berikutnya tanggal lahir, variasi nama panggilan bahkan tanda tangan. Yang terakhir ini paling berbahaya, apalagi jika melibatkan transaksi yang membutuhkan verifikasi atau persetujuan.
Uniknya, fitur ini menampilkan profil teman yang lebih dulu menggunakan. Otomatis otak memerintahkan, "Ayo temanmu sudah memakai, masa kamu endak?" Jadilah ikut-ikutan.
Mulanya, warganet senang-senang saja bisa mengekor, supaya tampil makin eksis. Istri saya juga sempat terlena dengan mengunggah kenangan saat kami pacaran dan menikah. Syukurnya tidak ketagihan.
Fitur "Apa yang anda pikirkan?" sudah basi. Add Yours by Instagram yang terbaru, lebih menarik. Instagram sudah diakuisisi Facebook, jadi Instagram tidak murni wadah untuk 'pamer' foto. Kini beralih menjadi sarana mengumpulkan data pribadi oleh pemilik aplikasi.
Mengapa kusebut begitu?
Semakin banyak anda mengunggah gambar, informasi pribadi dari tanggal lahir, alamat tinggal, lokasi, nama panggilan sampai tanda tangan, kelak mungkin sidik jari, makin anda tidak punya privasi. Artinya siapapun bisa mengakses informasi anda, bahkan mengaksesnya tanpa perlu izin anda untuk kepentingan mereka. Nah, jadi harus bijak bermedsos ya gais.
Add Yours, fitur stiker di Instagram stories ini modelnya challenge (tantangan). Warganet auto tertarik untuk mengikuti. Tidak sadar akan bahaya yang mengintai, pokoknya ikut saja. Bisa jadi si pembuat program memainkan psikis warganet. Kita tidak sepenuhnya sadar akan dampak aktivitas di medsos. Lagipula sudah zamannya, mau mengunggah apa pun, sah. Resiko ditanggung penumpang.
Bahaya Add Yours ini disadari kala ada salah satu warganet merasa tertipu. Salah satunya disaksikan oleh pengguna Tiktok Dita Moechtar, menceritakan temannya nangis-nangis akibat tertipu dimintai transfer. Yang membuat temannya percaya, si penipu memanggil "pim", nama panggilan temannya waktu kecil. Temannya itu teringat, baru saja ikutan Add Yours di Instagram. (IG/indozone.id)
Atas pengalaman buruk itu, Dita menyarankan agar tidak semua challenge di media sosial harus diikuti, apalagi jika menyangkut privasi. Seringkali challenge di medsos dibuat untuk gaya-gayaan, sampai bisa membahayakan nyawa si pengguna. Kaum milenial labil yang jadi peserta sekaligus korban.
Anda pasti masih ingat pengalaman buruk artis Jepang yang disebabkan oleh fans fanatiknya. Artis J-pop Ena Matsuoka diserang salah satu penggemarnya. Kejadiannya pada 1 September 2019. Hal ini terjadi setelah Matsuoka mengunggah foto selfie-nya yang beresolusi tinggi, bahkan pori-porinya pun tampak jelas.
Sang penggemar, Hibiki Sato (26), bisa mengidentifikasi halte bus dan pemandangan di sekitar hanya dari pantulan di mata Matsuoka, lalu mencocokkannya dengan jalan menggunakan Google Maps. Sato bahkan bisa memperkirakan tingkatan lantai tempat tinggal Matsuoka berdasarkan jendela dan sudut sinar matahari di matanya. Pintar, bukan? Tapi pintar yang disalahgunakan, merugikan orang lain. (liputan6.com)
Sato menguntit (membuntuti) idolanya, dan menunggu di halte bus. Ketika Matsuoka pulang ke rumahnya, ia mendekati dari belakang, lalu menutup mulutnya dengan selembar kain dan melukai sang idola. Syukurnya sang pelaku segera diamankan pihak berwajib. Kalau sampai terjadi pelecehan, bahkan pembunuhan; hayo siapa yang rugi?
Begitulah, kita terbiasa dengan budaya mengekor di medsos. Semua hal maunya dibagikan, entah bahaya atau tidak. Makin aktif di medsos, makin hidup! Mendadak berhati-hati bertindak setelah ada kejadian buruk. Media sosial bagai pedang bermata dua. Bisa bermanfaat sekaligus jerat yang merugikan. Jadi, kembali pada hikmat masing-masing pengguna. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H