Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Kita pasti tak asing dengan pantun legendaris itu. Untaian kata empat baris sarat makna dan berima. Rima di suku terakhir tiap baris itu yang menjadikan pantun unik, layaknya karya seni.
Dalam pembelajaran Tematik (K-13) kelas 5 SD, Tema 4, salah satu yang dipelajari dalam muatan Bahasa Indonesia adalah pantun. Merupakan seni merangkai kata, demikian buku paket mendefinisikan pantun. Berarti yang bisa membuat pantun adalah seniman.
Pantun juga disebut puisinya orang Melayu. Tengoklah prosesi pernikahan Adat Melayu, pihak mempelai pria dan wanita saling berbalas pantun untuk berkomunikasi.
Lebih jauh, pantun digunakan untuk mengungkapkan perasaan seseorang. Cocok nih buat kamu yang galau. Dari pada maksud hati tak sampai, mendingan berpantun. Cakep! Biar kayak seniman gitu...
Di beberapa chanel TV, programnya menampilkan pantun. Meskipun dengan tujuan menghibur, tetap sebuah seni merangkai kata. Sehingga pantun kian populer.
Mengawali pembelajaran Tema 4, aku menanyakan pada murid-murid, apakah ada yang tahu tentang pantun? Hampir semua menjawab tidak, sebagian pernah mendengar.
Aku mulai menjelaskan tentang ciri-ciri pantun, yakni rangkaian kalimat terdiri dari empat baris, tiap baris terdiri 8-12 suku kata, dua baris pertama disebut sampiran (pembuka), dua lainnya disebut isi, serta bersajak (pola) a-b-a-b. (perhatikan huruf vokal terakhir tiap baris)
Pantun dibagi menjadi dua jenis. Menurut usia, ada pantun anak-anak, pantun orang muda dan pantun orang tua.
Kedua, menurut isi, pantun dibagi menjadi pantun nasihat, pantun jenaka, pantun kiasan, pantun teka-teki. Dari kesemuanya, paling banyak digunakan pantun nasihat, dan yang paling digemari pantun jenaka.
Setelah dua kali pertemuan tentang pantun, aku memberikan Daily Task (tugas harian) kepada para murid. Yang harus mereka lakukan adalah "Kegiatan 1. Menganalisis Pantun" dan "Kegiatan 2. Membuat Pantun berdasarkan Teks Bacaan."
Pada Kegiatan 1 mereka harus menyelidiki apa saja ciri dari pantun yang aku berikan. Berapa suku kata tiap barisnya, apa jenis pantun, apa sajaknya, apa isinya, dst.
Untuk mencari jumlah suku kata, aku mencontohkan caranya dengan melipat sepuluh jari tangan untuk menghitung (menyinggung Matematika). Begitu pun masih ada murid yang salah.
Kegiatan 2 yang lebih seru. Mereka harus membuat pantun sendiri berdasarkan teks bacaan. Secanggih-canggihnya Google merangkum semua pengetahuan, masih kecil kemungkinan mereka mencontek darinya.
Sebabnya, aku membatasi dengan tema khusus. Mau tak mau, mereka harus membaca teks dengan cermat agar bisa membuat pantun yang tepat.
Kalau anak malas membaca? Bisa jadi guru les atau orang dewasa yang bertindak, hehe. Aku optimis, masih banyak anak yang mau belajar jujur.
Orang tua memegang kunci dalam mengawasi dan mendampingi anak agar mengerjakan tugas dengan jujur. Lagi pula, jika pantun buatan anak-anak kosakata yang dipakai lebih sederhana dibanding buatan orang tua atau bertanya Google.
Ini tips sederhana untuk membuat pantun:
1) Tentukan tema yang akan dibuat,
2) Tentukan jenis pantunnya,
3) Buat bagian isi terlebih dahulu, lalu
4) Buat sampiran untuk melengkapi pantun.
Aku menentukan tema tentang kesehatan dan kerja bakti, menyesuaikan Tema 4 yang sedang dipelajari, "Sehat itu Penting".
Poin 2, para murid boleh memilih jenis pantun yang akan dibuat. Kebanyakan membuat pantun nasihat. Disarankan membuat bagian isi lebih dulu, karena di sini letak makna pantun. Kalau kita sudah tahu mau menyampaikan apa, lebih mudah membuat sampirannya.
Contoh, aku memberikan suatu teks tentang gotong-royong. Aku berikan isinya sebagai berikut: Mari kita melakukan gotong-royong, Agar pekerjaan cepat selesai.
Hayo, coba anda buat sampirannya. Bisa? Harusnya sampiran jadi lebih mudah, yakni Buah rujak buah kedondong, Makan siang menunya gulai.
Berikut ini beberapa pantun buatan muridku, yang niatnya aku arahkan mereka membuat pantun nasihat, malah ada ajakan untuk hidup sehat bernada jenaka.
Pagi hari sarapan bubur, siangnya makan nasi jagung
Semoga anda terhibur, tak usah merasa tersinggung
Sebagai penutup, aku juga ingin berpantun. Kalau ada sumur di ladang, bolehlah kita menumpang mandi | Kalau ada umur panjang, bolehlah kita berpantun lagi. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H