Kedua, menurut isi, pantun dibagi menjadi pantun nasihat, pantun jenaka, pantun kiasan, pantun teka-teki. Dari kesemuanya, paling banyak digunakan pantun nasihat, dan yang paling digemari pantun jenaka.
Setelah dua kali pertemuan tentang pantun, aku memberikan Daily Task (tugas harian) kepada para murid. Yang harus mereka lakukan adalah "Kegiatan 1. Menganalisis Pantun" dan "Kegiatan 2. Membuat Pantun berdasarkan Teks Bacaan."
Pada Kegiatan 1 mereka harus menyelidiki apa saja ciri dari pantun yang aku berikan. Berapa suku kata tiap barisnya, apa jenis pantun, apa sajaknya, apa isinya, dst.
Untuk mencari jumlah suku kata, aku mencontohkan caranya dengan melipat sepuluh jari tangan untuk menghitung (menyinggung Matematika). Begitu pun masih ada murid yang salah.
Kegiatan 2 yang lebih seru. Mereka harus membuat pantun sendiri berdasarkan teks bacaan. Secanggih-canggihnya Google merangkum semua pengetahuan, masih kecil kemungkinan mereka mencontek darinya.
Sebabnya, aku membatasi dengan tema khusus. Mau tak mau, mereka harus membaca teks dengan cermat agar bisa membuat pantun yang tepat.
Kalau anak malas membaca? Bisa jadi guru les atau orang dewasa yang bertindak, hehe. Aku optimis, masih banyak anak yang mau belajar jujur.
Orang tua memegang kunci dalam mengawasi dan mendampingi anak agar mengerjakan tugas dengan jujur. Lagi pula, jika pantun buatan anak-anak kosakata yang dipakai lebih sederhana dibanding buatan orang tua atau bertanya Google.
Ini tips sederhana untuk membuat pantun:
1) Tentukan tema yang akan dibuat,
2) Tentukan jenis pantunnya,
3) Buat bagian isi terlebih dahulu, lalu
4) Buat sampiran untuk melengkapi pantun.
Aku menentukan tema tentang kesehatan dan kerja bakti, menyesuaikan Tema 4 yang sedang dipelajari, "Sehat itu Penting".