Setelah mendapat suntikan vaksin dosis pertama, kita harus menunggu satu bulan untuk dosis kedua. Jadwalku dan rekan-rekan guru di Salatiga, dosis kedua harusnya diterima tanggal 1 Juli 2021. Tapi, karena keadaan, aku harus lebih bersabar, menunggu lebih dari sebulan. Apa soal?
Aku beruntung sempat terpapar Covid-19. Loh, sakit karena virus kok malah bersyukur? Ya iya dong! Meski sakit, Tuhan menganugerahkan sistem imun yang baik untuk melawan virus, akhirnya sembuh. Ditambah dengan orang-orang yang peduli dan penuh kasih, mendongkrak hormon oksitosin dalam tubuh.
Sejak dinyatakan negatif Covid-19 (3/7/21), aku sudah antusias ingin segera mendapat suntikan kedua. Tapi istri mengingatkan, pasca sembuh dari Covid-19 harus menunggu tiga bulan. Dimintanya aku menanyakan pada teman yang bekerja di Dinkes. Dan benar, aku harus menunggu tiga bulan sebelum dosis kedua.
Aku tabah. Benteng fisikku saat ini tentu saja pola hidup yang sehat dan makin ketat menjaga prokes. Masker dobel wajib setiap ke luar rumah. Buah dan sayur pasti. Olahraga? Ini yang seret, hihi, payah.
Minggu lalu aku mengantar minuman herbal ke rumah teman (yang bekerja di Dinkes itu). Sambil berbasa-basi, beliau menanyakan kapan aku mau vaksin kedua. Dia akan mencarikan untukku. Tapi aku masih belum tiga bulan sejak negatif...
Ssttt... Aku beritahu fakta besar. Rahasia ini hanya di antara kita. Ternyata...
Menunggu tiga bulan sebelum dosis kedua setelah negatif Covid-19 tidak ada hubungannya dengan kesehatan. -- Seorang teman di Dinkes
Seriously...?
Sebabnya tubuh secara otomatis sudah membentuk sistem imun yang lebih bagus. Terpujilah Tuhan! Dia merancang tubuh kita dengan sangat baik, dilengkapi sistem pertahanan untuk melawan virus penyebab penyakit. Polah dan gaya hidup kita yang kadang merusak tatanan itu.
Atas tawaran teman itu, aku diminta menimbang. Mau menunggu genap tiga bulan tak masalah, mau segera vaksin juga boleh. Tiba-tiba, Senin sore (13/9) kepala sekolah menelepon. Wah, ada tugas tambahan apa nih...
Baca juga: Kami Berani Divaksin, Kamu?
Ternyata, kepsek juga mencarikan vaksin dosis kedua untukku. Bersyukur untuk orang-orang yang memperhatikan, terima kasih. Aku sampaikan, aku belum tiga bulan sejak negatif. Beliau menutup telepon, bertanya dulu pada satgas. Tak sampai lima belas menit, telepon kembali berdering. Katanya aku boleh mendapat vaksin. Aku diminta menyiapkan kartu vaksin dan foto kopi KTP. Besoknya setelah mengajar, aku boleh pergi ke lokasi vaksin. Akhirnya, dapat dosis kedua. Berikut tiga kebahagiaan yang menyertai.
1) "Tameng"-nya lebih lengkap
Aku dan istri terpapar di waktu bersamaan. Namun, aku pulih lebih cepat (13 hari) dibanding istri. Beberapa temanku menganggap, suntikan vaksin pertama menjadi faktor pendukung. Aku juga meyakininya. Virus lumpuh yang disuntikkan ke dalam tubuhku memberi alarm agar tubuhku segera mengerahkan 'tentara' imun dan memerangi si virus. Kini, setelah dua suntikan didapat, harusnya sistem imun tubuhku bertambah kuat. "Tameng"-nya lebih lengkap.
Ini sangat menolong karena minggu depan sekolahku sudah diadakan PTM Terbatas. Sangat berisiko jika aku belum mendapat dosis kedua. Kini, risikonya lebih kecil. Ini juga jadi salah satu caraku melindungi keluargaku.
Tapi aku---dan setiap kita---pantang berpuas. Sebabnya virus ini terus bermutasi dengan varian baru dalam waktu singkat. Varian Mu (B1621) yang pertama kali diidentifikasi di Kolombia dan telah menyebar di 40 negara. (detikcom) Secepat-cepatnya kita mendapat vaksin, lebih cepat si virus bermutasi. Ini menyebabkan efikasi vaksin menurun. Biar sudah dua dosis vaksin, prokes jangan kendor gan!
2) Dua dosis, semua gratis!
"Aku didaftarkan vaksin, pas datang disuruh bayar..." Demikian penggalan percakapan seorang pemuda dengan pasangan suami istri di depan gedung vaksinasi. Nampaknya pasutri tersebut mendapat informasi yang kurang lengkap sebelumnya tentang vaksinasi. Dikira gratis, malah disuruh bayar.
Untuk masyarakat menengah ke bawah, akan makin susah hidupnya jika vaksin saja harus bayar. Vaksin merek Sinopharm, misalnya, untuk dua dosis dan layanan biayanya mencapai Rp879.140 per orang. (tempo.co) Vaksin berbayar sendiri merupakan program Vaksinasi Gotong Royong, yakni bagi lembaga atau perusahaan yang ingin memberikan vaksin pada pegawainya. Jadi tak harus menunggu dari pemerintah.
Aku, dan kebanyakan kita wajib bersyukur. Mendapat dua dosis vaksin, gratis! Terima kasih, pemerintah Indonesia.
3) Jadi lebih produktif
Aku sendiri telah mengalami susah dan menderitanya saat terpapar Covid-19. Boro-boro produktif dalam bekerja, nafsu makan pun tergannggu. Berpikiran positif, minum vitamin-buah-sayur, istirahat cukup dan optimis akan sembuh menjadi perjuangan. Bersyukur lagi kalau gejalanya ringan, bisa cepat pulih.
Kini, dalam kondisi sehat dan sudah dua kali divaksin harusnya lebih produktif dalam keseharian. Ngantor, mengerjakan setiap daftar tugas sebaik-baiknya. Menunaikan kewajiban dalam keluarga dan masyarakat. Pastinya, terus menulis di Kompasiana. Syukur jika ada inovasi yang terus digali di tengah pandemi. Produktif sekali!
Kalau Anda, sudah dua kali vaksin? --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H