Di salah satu tiang dan temboknya nampak pecahan benda putih-kecoklatan. Benda apa itu? Dimotivasi rasa penasaran yang kuat, aku melihat lebih dekat. Anda pasti bisa menebak. Ya, kulit telur! Keren.
Entah berapa ribu isi telur harus dibuang si pemilik resto agar mendapat kulit yang banyak ini. Meski hanya mozaik kulit telur kesannya unik dan estetik. Hingga kini aku penasaran, berapa lama mereka menempelkan potong demi potong kulit telur itu? Jika anda guru SD, jadikan kulit telur perangkat tugas siswa leh uga! Mudah didapat, murah, melimpah pula. Orang tua pun bungah! (bahagia)
Pot bibit
Salah satu alasan klasik orang malas bercocok tanam adalah banyak perkakas yang diperlukan. Ribet. Harus beli media tanam, bibit, tanah, sampai pupuk. Tapi itu semua bukan lagi alasan. Kulit telur ini bisa dipakai menjadi pot bibit.
Cara memakainya mirip seperti wadah puding di atas ya, bund. Isi kulit telur dengan media tanam, taruh 1-2 dua biji benih. Nantinya setelah bijinya bertunas dan makin besar, langsung pindahkan ke pot atau media tanam lain yang lebih besar. Tak perlu diangkat dari wadahnya. Organik kok. Malahan kulitnya bisa sekalian dipakai sebagai nutrisi bagi tanaman. Multiguna!
Nutrisi untuk tanaman
Yang terakhir ini cocok dan bermanfaat bagi naturalis. Dalam tulisan lalu tentang mini taman di lahan sempit, aku menyinggung tentang pupuk kompos dari sisa sayur dan buah. Ternyata, kalsium dalam kulit telur bisa menjadi pupuk yang sangat baik bagi tanaman.
Seberapa efektivitasnya? Mengutip dari kompas.com, kulit telur bisa ditambahkan di sekitar tanaman untuk menjaga PH tanah yang pas. Kalsium pada telur bisa diserap tanaman sehingga bisa mencegah pembusukan pada ujung tanaman. Dengan begitu, tanaman diharapkan bisa tumbuh dengan optimal.
Anda punya tips lain memanfaatkan kulit telur? Yuk, bagikan dong...