Kapan lalu viral seorang wisatawan perempuan mengeluhkan harga makanan di daerah Malioboro. Keluhannya itu diunggah di akun Tik-tok @aulroket. Wisatawan lokal, sih. Poin keberatan mbaknya, kenapa harga makanan di Malioboro tak masuk akal, "nuthuk". Lele Rp 20 ribu, nasi Rp 7 ribu, kalau mau lalapan nambah Rp 10 ribu. "Padahal di mana-mana kalau beli lele sudah termasuk lalapan", kata mbaknya.
Unggahan wisatawan itu terkesan berlebihan, meski dari pihak penjual terkait tidak sepenuhnya benar. Secara, harga yang ditawarkan memang di atas pasaran.
Kritik adalah wajar. Hal serupa pernah dilakukan pelanggan Garuda. Menarik melihat komentar warganet, baik yang punya pengalaman serupa, atau mengaku asli orang Jogja. Secara umum, ada tiga kelompok komentar: yang setuju harga tak wajar, yang memaklumi, hingga yang kocak. (Instagram/detik.com)
Mereka yang setuju menyayangkan, kenapa harga makanan di Malioboro begitu mahal daripada Jakarta, padahal indeks pendapatannya lebih kecil. Berikutnya mereka mendorong pemda menyelidiki hal itu. "Ga wajar sih... Apalagi orang yang berwisata ke Jogja, pastinya tau nya Jogja murah murah dan terjangkau... Kalau alasannya tempat wisata, justru itu akan buat citra wisata jadi buruk", tulis @kiky.san1836
Beda lagi dengan @maseesigit, "Jujur min aku wong Jogja kapok jajan nang Malioboro... Auto ngajak kere... Buat yang lain jangan takut ke Jogja, kalau mau kuliner bisa cari solusi tempat lain..." Membenarkan kejadian, tapi meneduhkan. Senada dengan itu, @afree_gaess "Gak semuanya kok.. saya makan cuma habis 20 ribu, jangan sungkan nanya dl sebelum makan..."
Komentar kocak misalnya, "Wes paling bener tuku olive wae", tulis @banibugs01. Kagak solutif blass. Satu lagi komentar kocak, dibalas tiga warganet lain. @huerry_p "Cah anyar" (Anak baru) Para senior sudah terbiasa. Piknik pengen murah, sangu rantang. (Mau piknik murah, bawa bekal) Dikira piknik ga butuh duit. Begitu tiga balasan komentarnya. Sadis.
Di samping keriuhan akibat unggahan mbaknya, simak beberapa hal ini sebagai pelajaran.
Yang namanya tempat wisata, harganya pasti lebih mahal
Entahkah makanan, pakaian atau barang souvenir/ oleh-oleh. Kalau pun dapat harga murah, itu karena anda sudah terampil menawar. (Masa mau menawar harga pecel lele? Wkwkwk)
Ada warganet yang berpendapat, harga barang mahal karena sewa tempatnya juga mahal. Guruku di sekolah pun tak pernah menjelaskan hal itu. Kata ibuku, di tempat wisata ya pasti lebih mahal. Orang datang untuk senang-senang, kalau lapar atau haus mau tak mau ya beli meski harganya mahal.
Kalau mau ke tempat wisata, siapkan uang yang banyak!
Pecel Lele: Dijual terpisah
Aku menduga mbaknya ini jarang belanja online, jarang piknik, jarang jajan di tempat wisata. Kata warganet malah "Cah anyar" (Anak baru) Anda tahu kan, ada barang-barang tertentu yang dijual terpisah? Misalnya, anda beli kompor gas. Biar namanya "kompor gas", barang yang anda terima hanya kompornya, tidak termasuk gas.
Demikian juga dengan pecel lele yang dibeli mbaknya. Ternyata dijual terpisah. Coba dicek lagi deh mbak, daftar menunya. Makanya mbak, mainmu kurang jauh....
Mbaknya yang makan, viewer-nya yang disuruh investigasi, Hellooo...
"Jadi buat kalian, viewer gue orang Jogja, coba kasih tahu kenapa makan di daerah sini tu harganya suka nggak sesuai", kata mbaknya.
Loh, loh... yang dirugikan mbaknya, kenapa limpahin kerjaan ke viewer-nya? Situ kira, viewer-nya cuma ngurusin konten situ apa? Kita kan juga perlu tahu berita Fadli Zon orang yang positif, Pak Ganjar makan mi malam-malam dan Prabowo yang pantang menyerah...
Hellooo, mbaknya pengertian dikit napa. Masa mbaknya yang makan, viewer-nya yang disuruh investigasi...?
Kalau keberatan harga di tempat wisata, bawa bekal saja!
"Kenapa kapitalis banget, halooo!", ujar mbaknya. Yang kapitalis itu siapa? Satu pedagang atau sekelompok? Karena harga di satu tempat yang tak wajar, pantaskah mengatakan kapitalis?
Pernah dulu, setiap ada acara piknik dasawisma, ibu menyiapkan bekal dari rumah. Ibu tahu, harga makanan di tempat wisata mahal. Lebih baik membawa bekal. Lemper isi oseng tahu-tempe (baca: arem-arem).
Meski hanya arem-arem, sejatinya bukan hal makanan yang penting. Melainkan atmosfer dan antusiasmenya piknik rombongan. Melihat hewan di kebun binatang, bermain pasir di pantai sampai seluruh kulit lengket, menyusuri jalan Malioboro sampai kaki pegal, lalu pulang. Capek, tapi senang. Tak perlu ribut harga pecel lele.
Mbaknya, kalau keberatan dengan harga makanan di tempat wisata, bawa bekal saja dari rumah ya!
Dari sisi kritik pelanggan, aku mengapresiasi langkah mbaknya, meski kosakatanya kurang tepat. Dengan begitu, pedagang nakal yang demen "nuthuk" bisa ditertibkan. Bagi anda pelancong baru, sebaiknya lihat dulu menu makanan sebelum pesan.
Berita terbaru, warung yang "nuthuk" itu, bersama dua warung lainnya ditutup. Apriyanto, salah satu pemilik warung yang kena sanksi meminta maaf karena dianggap mencoreng Malioboro dan berjanji akan menurunkan harga. (detik.com)
Anda beli pecel lele harga berapa? --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H