Dulu semasih di bangku SD, aku---non muslim---diajak takbiran oleh tetanggaku. Tetanggaku itu, seorang ibu, bukan pengurus masjid, bukan hajah, pun bukan istri ustadz. Melainkan salah seorang terpandang di kampungku karena suaminya seorang juragan.
Aku terharu, meski berbeda keyakinan dan dari strata ekonomi kelas bawah, ada yang menggandengku untuk menikmati kemenangan teman-teman muslimku. Takbiran keliling kampung sambil memukul kentongan dan membawa obor bambu. Indahnya toleransi.
***
Dari riuh rendahnya kabar berita yang mengisi kanal TV maupun media sosial seputar koruptor yang tertangkap, badai Covid-19, bencana alam, ujaran kebencian, pro-kontra larangan mudik sampai terorisme. Mungkin tak banyak dari kita yang menyadari akan satu hari istimewa di tahun ini. Angkanya pun unik, yakni tiga belas.
Bagi sebagian kalangan, 13 dikatakan angka sial, lawan keberuntungan. Bagi sebagian banyak, tidak berlaku. Semua angka adalah baik. Niat dan amal ibadahnya yang menentukan.
Hari ini, tiga belas Mei dua ribu dua puluh satu, secara langka bin ajaib, dirayakan hari besar dua umat beragama di Indonesia, yakni Hari Raya Idul Fitri 1442 H dan Hari Kenaikan Yesus Kristus ke surga. Bagiku tanggal ini menarik, pantas untuk dirayakan serta dikenang.
Bagi umat Islam maupun umat Kristen, betapa pun lebar kesenjangan diantara keduanya. Seberapa pun panas fitnah dan adu domba yang dikerjakan oleh orang-orang tak bertanggung jawab, inilah momen yang pas untuk menebar toleransi dan menyatakan kasih.
Aku Kristen, punya beberapa teman dari agama lain, termasuk Islam. Sejauh ini, kami berhubungan baik dan tidak ada niatan saling membenci. Aku menghormati teman-temanku yang berbeda keyakinan, demikian juga mereka menghargaiku.
Kepada teman-temanku yang Muslim, aku harap kalian menjadi satu yang menerima ungkapan damai ini. Di tanggal 13 Mei inilah, kita sama-sama menang.
Kalian berjuang menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, menahan haus dan lapar, menepis semua ujaran kebencian yang menyinggung pribadi kalian. Kalian bahkan harus berjuang tetap bekerja, menjalankan tugas dengan mematuhi protokol kesehatan, sekalipun orang-orang terdekatmu mungkin menertawakanmu.