Sehari sebelum simulasi dengan tetap memakai masker dan menjaga jarak. Setelahnya kami segera gotong-royong menyiapkan ruangan membantu guru kelas yang akan mengajar esoknya.
Meja kursi ditata sedemikian hingga agar tercipta jarak aman. Menempel nama anak di setiap meja, memastikan mereka tidak rebutan bangku atau berkerumun.
Loker siswa yang tak lagi digunakan selama pandemi kemudian dibersihkan. Buku-buku, lembar kerja, alat tulis atau karya siswa dibersihkan dulu dari butiran debu.
Poster protokol kesehatan 5M dipasang di pintu serta tembok sekitar sekolah agar mudah dibaca. Handsanitizer dan tisue disediakan di depan pintu masuk kelas.
Petugas pengecek suhu dan pengarah cuci tangan bakal bersedia di pos masing-masing. Lainnya mengarahkan agar siswa langsung ke ruangan kelas, kelas 1 ke lantai satu, dan kelas 6 ke lantai dua. Dan sudah dipasang pembatas dari rantai plastik.
Hari simulasi
Simulasi diadakan dalam dua sesi, guru yang mengajar hari itu akan mengajar dua kali (satu jenjang dibagi paralel menjadi dua kelas kecil).
Satu kali mengajar langsung, tatap muka (luring). Beneran berinteraksi dengan murid seperti halnya sebelum pandemi. Pada jam kedua, barulah guru mengajar murid di kelas satunya sambil live melalui Google Meet. Canggih, kan?
Ada secercah harapan ditampilkan wajah-wajah di balik masker dan face shield itu. Meski baru simulasi, akhirnya ke sekolah!
Harapan itu juga menegaskan bahwa meski pandemi, hidup harus terus berlanjut. Kalau pun bisa kembali ke sekolah dengan kebiasaan yang sama sekali baru.