Jokowi (Kompas TV 04/03/2021): "Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri"
Terbukti! Presiden Jokowi membuat ujaran kebencian. Sungguh disayangkan. Hal ini bisa berbahaya bagi kepercayaan publik, keamanan negara, bahkan relasi baik dengan dunia internasional.
Teringat sloglan, "Mulutmu harimaumu". Mulut selain alat penyampai pesan langsung, bisa jadi ancaman bak harimau menerkam mangsa. Demikian juga pernyataan Jokowi di atas menjadi ancaman bagi pihak tertentu.
Alasan Pernyataan Jokowi
Pernyataan itu disampaikan dalam arahan khusus untuk Kemendag agar memaksimalkan produk-produk dalam negeri, dengan lebih dari 270 juta penduduk potensial menjadi konsumen loyal pada produk-produk Indonesia.
Alasan Jokowi mengkampanyekan "membenci" produk luar negeri karena didorong cerita Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sesaat sebelum Rapat Kerja Kementrian Perdagangan (Kemendag) Kamis 4/3/2021. (kompas.com)
UMKM di Indonesia terdampak produk impor melalui perdagangan digital. Timbul praktik predatory pricing melalui platform e-commerce global. Yakni strategi penjualan dengan mematok harga sangat rendah yang memikat pembeli. Tujuannya menyingkirkan pesaing pasar dan menghalangi pelaku usaha lain masuk ke pasar yang sama. Praktik ini, lanjut Lutfi, sengaja dibuat untuk membunuh kompetisi. Mustahil timbul keadilan atau kesetaraan dalam perdagangan.
Respons Jokowi didasari rasa tidak puas, geram, dan jengkel dengan fakta yang terjadi. Presiden tidak terima, lalu marah adalah hal wajar. Tapi mengampanyekan "benci" pada produk luar negeri...?
Harusnya Jokowi belajar dari kasus pidato Ahok di pulau Seribu misalnya. Omongan seseorang bisa dikutip (sebagian atau seluruhnya), dipotong, ditambah atau direkayasa sedemikian hingga lalu disebarluaskan untuk maksud dan tujuan tertentu, yang bisa bertolakbelakang dengan maksud sang penutur.