Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ayo Manortor", Tradisi Pernikahan Adat Batak

24 Januari 2021   19:03 Diperbarui: 24 Januari 2021   19:38 3011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saling menyuapi, simbol saling melayani sebagai suami-istri | Dokpri

Langit sore berganti petang. Terjadi percakapan orang tua yang tak kumengerti. Sembari rehat, kami berfoto dengan kostum adat Batak, supaya ada kenangannya. Tak lama, MC kembali memanggil pengantin. Disiapkan kursi untuk kami di salah satu sudut ruang pesta.

Acara selanjutnya Mangulosi. Diawali dengan Boras Tenger di atas kepala mempelai. Secara harfiah, Mangulosi memberi kehangatan sesuai tujuan awal nenek moyang Orang Batak membuat ulos, yakni untuk menghangatkan tubuh di daerah yang dingin lalu membudaya dalam keseharian termasuk pesta pernikahan.

Proses Mangulosi oleh bapak-mama mertua | Dokpri
Proses Mangulosi oleh bapak-mama mertua | Dokpri

Ulos yang pertama diberikan bapak-mama mertua. Setelah dinaungkan di pundak kami, ujung ulos diikat oleh bapak. Kami telah diikat, dipersatukan sebagai suami-istri. Kain ulos ini betulan memberi kehangatan---bukan gerah---pada kami, meskipun mengenakan pakaian berlapis (kemeja, jas, ditambah sarung). Ulos berikutnya diberikan oleh bapak-mama angkat, lalu hula-hula sampai kerabat dekat dan pemuda gereja. Ikatan yang sangat kuat dalam masyarakat Adat Batak.

Sejak tadi siang kami tidak berkutik dalam 'jerat' baju adat, soalnya acara lanjut terus hampir tanpa putus. Bersyukur istriku sempat kabur untuk pipis. Gotong dan Bulang tidak boleh dilepas sampai acara selesai.

Mangulosi berlangsung hingga malam, sampai semua kerabat memberi ulos. Ini bentuk restu dan penghargaan pada pengantin baru. Saking banyaknya ulos (ini pun hanya kerabat dekat), mirip saat salam-salam, bersedia kakak perempuan di belakang. Begitu ulos menumpuk di pundak, mereka mengambil dan melipatnya. Hanya pemberian orang tua perempuan yang tetap melekat.

Yang kami sangat syukuri, sepanjang acara dari pagi sampai malam cuaca mendukung. Mendung pun tidak. Padahal hingga H-2 hujan deras mengguyur Gunung Purba. Kami juga diberi daya tahan tubuh yang baik untuk manortor dan tetap bugar. (Didukung sepatu yang nyaman) Yang tak kalah penting, hidangan untuk tamu sangat enak dan cukup. (Dalam beberepa pesta, dagingnya kurang. Ini tentu memalukan) Puji Tuhan!

Pesta selesai sekitar 21.15 dan kami segera berkemas. Aku akan memboyong istri ke Dolok Saribu, kampungku di Sumatra. Inilah syarat untuk menuntaskan tradisi pernikahan Orang Batak. Tiga mobil sudah bersiap untuk mengantar keluarga.

Tiba di rumah bapak, kaki pertama yang harus melewati pintu adalah sebelah kanan. Mungkin simbol kebaikan. Lagi, kami diberi Boras Tenger oleh bapak-mama angkat sebelum boleh melepas semua atribut pesta, lalu makan malam.

Selesai? Sabar... Istriku diminta sungkem padaku, pada bapak-mama, bapak-ibu, para kakak, dan keluarga yang lain sambil menyerahkan sirih---simbol lain dalam masyarakat Batak. Istriku juga memberikan sarung, khusus untukku. Sarung ini yang wajib dipakai dalam pertemuan Adat Batak. Barulah kami bisa beristirahat. Akhirnya...

Gunung Purba, 28 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun