"Tahun Corona", mungkin begitu kita mendeskripsikan 2020. Betapa tidak, virus SARS-CoV-2 menyapa Indonesia sejak awal Maret yang diprediksikan segera mereda, nyatanya tidak demikian hingga pergantian tahun.
Kehidupan manusia di seluruh dunia porak-poranda karenanya. Semua sendi kehidupan merapuh. Miris. Mau bagaimana, tidak seorang pun mengharapkan kehadiran Covid-19, tapi juga tidak semua orang mematuhi protokol kesehatan. Malah ada yang menyangkal keberadaan virus ganas yang gampang menular ini.
Benarkah di tahun Corona tidak ada hal yang disyukuri? Tuhan bukanlah Tuhan kalau menciptakan dunia tanpa keseimbangan. Selalu datang siang setelah malam. Demikian juga, kemarau selalu diseimbangkan dengan penghujan. Namun dalam segala 'musim' kita percaya, Tuhan tidak menelantarkan kita.
Buktinya? Sampai detik ini, banyak kita diizinkan memasuki 2021 dalam kondisi sehat, masih dipercayakan nafas; itulah berkat Tuhan! Berikut berkat dan hadiah di tahun 2020 versi saya.
1. Melewati pergantian tahun bersama pasangan
Waktu-waktu sebelumnya saya melewati pergantian tahun tanpa pasangan. Melainkan bersama keluarga, teman dan sahabat. Sukacita sih, tapi ada yang kurang.
Sukacita itu terasa lengkap jika sudah punya pasangan. Bisa lebih akrab dan leluasa untuk meluapkan perasaan. Bersyukur, 2020 adalah tahun terakhir saya melajang. Ada sosok yang menemani dan menolong dalam hari-hari saya ke depan.
2. Menjaga kekudusan hingga pernikahan
Pernikahan adalah kudus di hadapan Tuhan. Artinya, melakukan hubungan intim hanya dengan pasangan yang sudah diberkati dalam pernikahan.
Saya prihatin akan banyak pasangan yang menikah karena 'kebablasan' (married by accident). Dan itu bisa menimpa siapa pun, termasuk saya dan pasangan. Kami tidak mau bermegah, kecuali di dalam anugerah Tuhan.
Karena saya mengasihi pasangan, saya hanya akan melakukan hubungan intim setelah diberkati dalam pernikahan.
Menjaga kekudusan berarti tidak mempermalukan orang tua, mematuhi perintah Tuhan, dan semoga bisa menjadi teladan untuk adik-adik/rekan yang lain.
3. Pemberkatan dan pesta berjalan lancar
Saya dan pasangan berbeda etnis dan denominasi gereja. Setelah melalui bermacam perdebatan, kami bersyukur bisa bersehati menyepakati konsep pernikahan. Kami persiapan dari nol sejak 2019, lalu terjebak pandemi. Kami khawatir rencana akan tertunda atau batal.
Namun dengan anugerah Tuhan, Dia jadikan segala sesuatu indah pada waktunya. Pemberkatan dan pesta berjalan baik dengan menerapkan protokol kesehatan. Sampai acara selesai tidak ada kejadian tak diinginkan. Alih-alih lengah, kami tetap menjaga disiplin diri karena ancaman tetap ada.
Sepanjang acara, Tuhan menganugerahkan cuaca yang baik. Seminggu saya di kampung istri, turun hujan hampir tiap hari, bahkan hingga dua hari berturut-turut menuju hari-H. Bagaimana kalau saat acara turun hujan...? Terus berdoa! Dan betapa baiknya Tuhan, meski malamnya sampai subuh masih turun hujan, menjelang jam 6 reda sampai malam!
4. Bapak-ibu dan adik datang ke Medan, kembali dengan selamat
Pekerjaan, budaya dan kondisi perekonomian bapak-ibu tidak mengharuskan mereka naik pesawat. Baru kali ini, dalam momen pernikahanku (Desember 2020) mereka 'terpaksa' terbang. Ada rasa takut kalau terjadi sesuatu, juga cemas, "Bagaimana biayanya?", ditambah lagi harus tes kesehatan.
Lagi, dengan berkat dan pemeliharaan Tuhan, mereka boleh terbang ke Medan mengalahkan semua rasa takut dan khawatir. Hasil tes non-reaktif, selamat dalam perjalanan darat dan udara bahkan sampai kembali ke Jawa. Kini mereka punya cerita untuk dikenang dan disyukuri, 'pernah naik pesawat'.
5. Bulan madu ke Samosir
Bulan madu (honeymoon) wajar dilakukan orang yang baru menikah. Momen untuk berdua menikmati masa-masa awal berumahtangga. Pada awal 1546, honeymoon berasal dari kata Inggis kuno 'hony moone'. Hony mengacu kata honey yang berarti momen manis pasangan baru menikah. Moone juga bermakna hampir sama, waktu di mana momen manis bakal bertahan selamanya. (idntimes.com)
Bagi kami, momen manis seperti di atas adalah penting. Pertama, selama ini kami LDR. Ini jadi semacam kompensasi atas 'derita' selama pacaran. Kedua, atas nasihat pendeta, supaya pernikahan kami tidak berlalu begitu saja berisi hari-hari membanting tulang, kami perlu waktu berdua untuk merancang, seperti apa kehidupan pernikahan yang akan dijalani ke depan.
Mumpung masih di Medan, kami mencari momen untuk menikmati pulau legendaris, Samosir. Setelah bertanya ke sana-sini, akhirnya mendapat pinjaman motor dan segera memesan hotel. Dicari yang terjangkau, pemandangannya menarik. Inilah saat terbaik menikmati waktu berdua setelah berlelah bersama keluarga dan pekerjaan di rumah.
Begitulah. Jika di tahun 2020 yang 'miris' Tuhan menganugerahkan banyak hadiah, tidakkah Ia juga sanggup melakukannya di tahun 2021?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H