Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Namaku Sumbayak", Prosesi Pemberian Marga dalam Adat Batak

15 Desember 2020   11:37 Diperbarui: 18 Desember 2020   03:10 1850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyerahkan oleh-oleh untuk bapak mama | dokpri/yanti_nai

Acara dilanjutkan penuturan pesan dan harapan dari keluarga besar: tulang, oppung, kerabat Sumbayak, abang dan kakak, sambil dihidangkan kopi. Mantab! Yang menyebabkan lamanya rangkaian acara adat Batak ya daftar petuah ini. Bagi yang tidak terbiasa bakal bosan. Sebagai anak, aku patuh dan menyimak.

Dari rangkaian pesan-pesan itu, berikut beberapa poin yang aku tangkap. Harus hidup baik menghormati orang tua. Pemberian marga ini menjadi berkah dan kebanggan di satu sisi, sekaligus 'kuk' di sisi lain.

Kini, aku tidak hanya punya satu, tapi dua orang tua, di Jawa dan Sumatra. Dalam komunikasi dan perhatian aku harus memperlakukan dengan adil.

"Harapan kami agar Kris diberi pekerjaan yang baik, dilancarkan rezekinya supaya bisa beli tiket untuk mengunjungi bapak mama di kampung." Di sini kutahu, relasi dan komunikasi adalah hal utama dalam ikatan masyarakat Batak, melebihi materi yang bisa diberikan.

"Nanti kalau sudah pulang ke Jawa, jangan lupa kabar-kabar ke bapak-mama yang di sini, jangan dilupakan", pesan salah satu tetua.

Disambung satu abang, "Pemberian marga ini adalah suatu yang luhur, melebihi hukum mana pun. Jangan hanya karena mau meminang boru Batak saja mau mengikuti prosesi ini. Tapi harus mengingat orang tua di kampung. Tak perlu uang atau materi, dengan mengingat dan terus berkomunikasi itu lebih dari cukup. Perlakukan orang tua di Jawa sama dengan di Sumatra."

"Kalau kamu mengingat bapak-mama, kami ikut dihargai. Tapi kalau kamu lupa, kami keluarga besar Sumbayak juga ikut disakiti." Di titik ini, antena melow-ku menyala. Tidak sampai bocor, tapi trenyuh.

Salah satu abang juga hampir merobohkan 'bendungan luh'-ku. "Inilah pertama kali, ditambahkan anak laki-laki dalam keluarga Sumbayak. Selama ini selalu perempuan. Rekor! Semakin banyak anggota keluarga, makin senang dan bahagia. Banyak rezekinya."

Inilah suatu anugerah, aku mendapat kehormatan dalam lingkungan masyarakat Batak, khususnya keluarga Sumbayak. Aku diakui, dijunjung dan dihormati.

Aku bersyukur dengan marga Sumbayak, meski hanya berlaku di tanah Sumatra. Kasih, perhatian dan penghormatan mereka menjadikanku berbangga dan makin bersyukur sebagai orang Jawa yang punya marga Batak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun