Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ternyata Mengajar Daring itu Berat!

28 November 2020   14:07 Diperbarui: 28 November 2020   15:03 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prinsip, disiplin dan tata tertib dijalankan sebagaimana seharusnya, meski tidak seideal tatap muka. Setuju. Itulah sugesti sekaligus motivasi yang menolong kami tetap waras.

Ada saja tingkah anak yang kian kreatif dalam pembelajaran jarak jauh. Masalahnya, kreativitas ini cenderung negatif kalau tidak dikatakan menghindari tanggung jawab. "Miss/mr, mik saya eror", demikian obrolan di kolom komentar Google Meet.

Bagi sebagian murid, mikrofonnya beneran eror. Saya pun pernah mengalami sekali dua. Faktor perangkat elektronik. Tapi, jika erornya tak kunjung "sembuh", menjadi curiga. Biasanya itu senjata mereka melawan mapel "momok" atau alasan kemanusiaan sejenis, kabur saat guru menjelaskan misalnya. Kameranya dinonaktifkan, jadi tidak tahu hadir di depan layar atau di tempat lain. Merdeka!

Beragam tingkah ini tak jarang menjebak guru untuk menegur dengan cara kurang terpuji. Misalnya saat ulangan, ada murid yang berkali-kali menanyakan tautan untuk mengerjakan padahal sudah diberikan di kolom komentar. Ada yang tetiba keluar Meet karena jaringan eror.

Atau ada anak yang sangat teliti menanyakan, "Ini selesainya jam berapa?" padahal pembelajaran sekian bulan, Senin-Jumat jam pembelajaran sama. Pengen emosi rasanya. Sabar, sabar...

Murid adalah manusia, dan guru ialah makhluk yang jauh dari sempurna

Sejatinya pembelajaran daring memiliki kelebihan, salah satunya akses terbuka luas untuk publik. Ada rekaman pembelajaran yang bisa diakses berulang termasuk oleh orang tua/ wali murid. "Sekaligus untuk promosi sekolah kita", kata sang waka.

Benarlah. Cara kami mengajar merepresentasikan kualitas sekolah kami. Seyogianya, digunakan kalimat yang mudah dimengerti dan diterima semua kalangan. Berat, kan...?

Hindari cara-cara yang tidak efektif

Poin kedua tak kalah berat. Dalam tatap muka, kalau ada murid tidak mengerjakan tugas atau tidak tertib, lebih mudah diambil tindakan. Tapi kalau daring? Ngalamat. "Salahkan" mikrofon dan kamera, guru pun tak berkutik.

Kalau murid bilang kamera eror, tidak merespons dalam obrolan saat ditanya, atau ada yang memberi komentar tidak berkaitan dengan pembelajaran atau yang selalu protes karena jamnya sudah kelebihan padahal guru sudah meminta izin menuntaskan materi... Solusi yang nampak paling ampuh adalah.... Ancaman. Nilainya akan dikurangi, dikeluarkan dari kelas atau "Kalian yang diam atau miss/mr?..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun