Zaman sekarang, orang bisa nyetir mobil itu biasa. Nangkring di motor besar, juga biasa. Kalau terjadi lakalantas, biasa juga. Yang tidak biasa, kalau korban tabrakan menolak diganti rugi. Wah...
Tiga hari lalu, viral di media sosial foto mobil Daihatsu Ayla "mencumbu" moge Honda CBR 1000RR SP. Mengutip kompas.com, lokasi kejadian di Jl. HR Bunyamin, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. (17/11) Penyebabnya sepele, salah paham. Pengemudi Ayla hendak menyalip dan tidak bisa menguasai kendaraan karena pengendara CBR posisinya agak ke tengah, demikian penjelasan Kasat Lantas Polresta Banyumas AKP Ryke Rhimadila.
Video klarifikasi dari korban, Dimas, diunggah akun @fidizocean di Instagram pada 19/11. Dimas ditabrak dengan sengaja pengendara Ayla karena dianggap nggleyer, padahal memang begitu bunyi motor 1000cc. Ia menyadari suara motornya memang kencang.
Keduanya sempat cek-cok sebelum kejadian. Pengendara mobil tidak terima. "Kalau tidak terima mau bagaimana?", balas Dimas. Bukti di lapangan, mobil menabrak motor. Hal suara knalpot mengganggu, itu perkara telinga.
Menyadari kesalahannya, korban berinisial A hendak mengganti rugi dengan mobil dan rumah. Wadaw. Sebegitu bersalahnyakah penabrak sampai mobil dan rumahnya hendak diberikan?
Yang bikin gereget, warganet bukannya prihatin nasib manusianya, malah ramai mengomparasi kedua kendaraan. Hadeuh. Meski begitu, memang menarik. Motor CBR 1000RR SP yang dikendarai Dimas berharga hampir tujuh kali lipat dari mobil Ayla!
Dimas harus merugi dalam wujud patah tulang, motor rusak. Tapi motor bisa diperbaiki, ungkapnya. Sedangkan A, pelaku, juga tak kalah rugi. Nuraninya pasti terusik, karena menjadi kepala keluarga dengan istri hamil 6 bulan. (kompas.com) Daripada dipidanakan, lebih baik ganti rugi. Mobil dan rumah pun direlakan.
Dimas bersyukur "hanya" patah tulang, dan masih diberi keselamatan oleh Tuhan. Dia tidak ingin pembelaannya justru menyengsarakan keluarga lain. Sungguh mulia hatinya. Mengintip Instagram Dimas @dimas_prasetyahani dan akun Youtube-nya, moge itu hanya salah satu "mainan"nya.
Dimas mengajak masyarakat untuk menjadikan kasusnya pelajaran. Untuk A, supaya lebih bersabar; untuk Dimas yang suara motornya lantang; dan untuk kita semua pengguna jalan.
Seperti pepatah dalam film Manusia Laba-laba, "Kekuatan besar menuntut tanggung jawab yang besar."
***
"Senada" kisah di atas, Gabe, seorang siswa SMA sekaligus pelari harus merelakan kesempatan pada kualifikasi lomba lari lintas alam tingkat negara bagian. Padahal selama ini ia sudah berlatih untuk kejuaraan tersebut.
Penyebabnya, kebarakan hutan di California pada 2018. Sepatu larinya tertinggal di rumah yang kini hangus terbakar. Hal ini juga berarti terlewat kesempatan yang dapat memberinya pencapaian tertinggi sebagai atlet.
Cerita belum selesai. Mengetahui kondisi Gabe, komisi atleltik negara bagian memberinya peluang. Ia harus berlari sendiri untuk mencapai waktu minimal, di atas lintasan atletik milik sekolah lawan dengan memakai sepatu biasa. Adakah kesempatan menang baginya?
Hari perlombaan tiba. Betapa kagetnya Gabe, pesaingnya juga datang. Lebih kaget karena mereka memberi sepatu lari yang tepat dan turut berlari mendampinginya, memastikan ia berlari dengan kecepatan yang diperlukan untuk lolos ke perlombaan tingkat negara bagian.
Para lawan Gabe tidak berkewajiban menolongnya. Mereka bisa saja menuruti keinginan alamiah, mementingkan diri sendiri. Dengan begitu peluang untuk menang terbuka lebar. (Our Daily Bread)
***
Dari kedua kisah di atas, saya teringat perkataan Guru---yang mengajarkan kebenaran, dan Kristus---Tuhan dan Pencipta manusia serta alam semesta, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
Saat dunia mengajarkan kita mengasihi sesama yang mengasihi kita dan membenci musuh, Sang Guru Agung sebaliknya. Suatu tindakan mustahil dilakukan kecuali disertai penundukan diri. Musuh di sini berarti orang yang menyakiti, merugikan, mencemarkan nama baik, menghalangi jalan, bahkan yang mungkin mengancam kemenangan dan hidup kita.
Bagi saya, kemenangan tidak ditunjukkan seberapa gede kendaraan kita, seberapa kuat fisik, jabatan atau kedudukan kita, atau sebanyak apa pengikut dan pembela kita. Pemenang segala rupa pertandingan adalah mereka yang lebih besar keberaniannya mengalahkan diri sendiri melampaui apa pun yang melekat padanya.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H