Inilah anak tangga ketiga permasalahan. "Dari sekian banyak peserta, panitia bisa bosan kalau membaca 10 halaman, mr", tutur 'dosen pembimbing dua', sang wali kelas. Nah...
Waktu semakin mepet, tugas anak dan administrasi bertumpuk, tenggat waktu sudah di pelupuk. Saya makin suntuk.
Berbekal secuil pengalaman di Kompasiana, saya "rombak" kerangka jejak papan tik Alexa, bukan isinya. Ingat, tugas guru adalah fasilitator, bunyi alarm diri.
9 November, menjelang jam 12, saya mencetak naskah sejumlah tiga bendel dan menyerahkan ke kantor dinpersip Salatiga. Berkas diterima, tugas selesai, fiuuh... Hasilnya? "Kita sudah berusaha, sisanya kita serahkan pada Tuhan ya."
"Diumumkan lewat medsos ya, mas", jawab Mbak Ratna atas keingintahuan saya tentang teknis pengumuman. Kalau sampai muridku batal menang, pasti gara-gara Kompasiana.
Kok begitu? Ya iyalah! Kompasiana telah mendidik, mengajari dan mendisiplin saya bagaimana harusnya menulis.
16 November pagi. Belum nampak bunyi pengumuman. Siang atau sore, katanya. Saya bagikan akun dinpersip Salatiga kepada Alexa, agar turut menyimak.
Sorenya, Alexa dengan gereget japri saya. Wah, bagaimana kalau... "Apakah ini pengumumannya, mr?", tanya si murid mungil, memastikan.
Maafkan mr, nak. Mr masih amatir. Maaf, kamu batal menang.... is, karena akhirnya juara satu.