Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Merekam Aliran Keuangan, Emang Penting?

18 September 2020   12:35 Diperbarui: 20 September 2020   14:03 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: moneycontrol.com

Baru masuk langsung keluar, kok. Apanya yang mau dicatat? Mungkin begitu sebagian kita bakal berkomentar. Tambahkan kelompok orang yang bermusuhan dengan administrasi.

Saking tidak ada ide mau menulis apa, mumpung keuangan saya juga pas kepepet di banyak sisi, lebih baik menulis. Semoga bisa agak meregangkan saraf, atau tambah tegang? Entahlah.

Sewaktu kuliah, saya tahu rasanya jadi panitia Latihan Menengah Kepemimpinan Mahasiswa (LMKM), program umum pelatihan mahasiswa gitulah. Jabatan bendahara. Tidak ada potongan saya bisa dipercaya, bakat akuntansi boro-boro. Ketua bidang senat mahasiswa salah pilih, pasti.

Bukan apa-apa, bayangkan seorang mahasiswa labil diserahkan Rp 30juta, cash! Duit semua itu!

Untungnya, meski bersahabat dengan kekurangan sejak kecil, tak mempan pikiran untuk menilep barang seribu.

Beban berikutnya adalah membuat laporan terperinci, Rp 100,- pun harus jelas ke mana penggunaannya. Ini uang mahasiswa, bung.

Syukurnya, sang ketua bidang mau menolong saya membuat laporan keuangan. Serta menempel semua nota belanja di HVS, macam kliping begitu. 

Saldo yang masih belasan juta itu berhasil dikembalikan pada bagian keuangan kampus. Laporan diterima, tidak ada komplain. Aman.

Di tahun akhir kuliah, saya pernah pelayanan di organisasi non-pemerintah, Pusat Pengambangan Anak (PPA), sebagai mentor remaja.

Salah satu tugasnya belanja bulanan dan mengumpulkan nota. Mengelolah Rp 30 juta pernah, ini hanya Rp. 5 0ribu/bulan bukan masalah dong. Belajar setia perkara kecil.

Godaan kecil sering datang. Jika bahan yang dibeli bulan lalu masih ada, buat apa membeli lagi di bulan ini? Sedangkan harus mengumpulkan bukti belanja.

Jika tidak digunakan, anggaran dihapus tahun depan. Kalau saya lemah iman, gampang buat memfiktifkan nota. "Niat baik" ini bertebaran di sekitar.

Masa berikutnya, saya merantau di Surabaya, hidup ngekos, harus atur keuangan pribadi. Waktu itu tak kepikiran membuat catatan keuangan karena merasa punya lebih. Asal bisa makan-bayar kos-isi bensin, sisihkan untuk orang tua, ada angka mengisi rekening; aman. Di masa ini saya melewatkan proses.

September 2019, saya jadi relawan gempa di Lombok. Selama tiga bulan, saya harus mengelola dan melaporkan setiap rupiah dana sponsor. 

Sedikit berbeda dengan masa kuliah bisa "menggenggam" puluhan juta, yang pelaporannya sekali di akhir program. Kali ini saya harus membuat catatan hampir setiap hari!

Beli sayur, perkakas masak, sabun, isi bensin, sampai tambal ban harus dicatat. Jika menunggu besok apalagi minggu depan, dijamin LUPA. 

Jika sudah begitu, laporan kacau. Pimpinan saya mengajari merekap di Ms. Excel. Dibuat kolom tanggal, pemasukan, pengeluaran, saldo. Jadi Rp 50,- pun bakal tahu keberadaannya.

Kondisi terkini. Saya belajar usaha kecil-kecilan keripik daun. Oleh pacar yang lebih dulu belajar bisnis, saya disarankan membuat catatan keuangan. Berapa pemasukan, pengeluaran, dan saldo dimiliki.

Meski omzetnya belum terasa, saya sudah lebih dulu memisahkan keuangan pribadi dengan aset "perusahaan". Langkah saya lebih maju dibanding Pinuji dalam Rantai Tak Putus (Dee Lestari).

Suatu siang menganggur, 12 September 2020, saya belajar membuat rekap bulanan. Jadi ketahuan neracanya, untung atau rugi.

Tapi buat apa repot-repot mencatat, toh tak menambah nominal. Tidak menaikkan taraf hidup... Tapi ada perbedaan.

Kelak, bisa mengatur strategi agar "naik kelas". Tanpa butuh teori keuangan yang muluk-muluk, begini manfaat merekam keuangan ala saya.

Terkontrol. Ibarat roda kemudi yang berfungsi mengontrol direksi kapal di samudra lepas, mencatat laporan keuangan mengarahkan di rimba finansial.

Tanpa ada catatan, keuangan bakal kacau. Tanpa ada laporan pertanggung jawaban, saya bisa dituntut pihak kampus karena menggunakan uang tanpa nota sebagai bukti.

Dalam keuangan saya pribadi, catatan jadi kontrol diri yang lumayan ampuh. Berapa rupiah saya alokasikan untuk kebutuhan (pangan, mobilitas, komunikasi atau ketahanan hidup lainnya), berapa untuk hobi atau barang mewah yang tidak betulan saya butuhkan. Dengan begitu saya segera tobat jika dompet hanya dijejali nota dan sisa receh.

Memastikan neraca condong ke kiri. Seperti pengalaman saya tanggal 12 itu, dengan mencatat saya tahu arah neraca keuangan. Analoginya, lengan kiri adalah pemasukan, kanan pengeluaran. Condongnya neraca ke kiri berarti "sehat", lebih besar tiang daripada pasak. Sebaliknya, condong ke kanan artinya "sakit".

Bayangkan, tanpa catatan keuangan, kita buta. Tahu-tahu utang dan tagihan menumpuk karena tidak tahu nasib neraca kita.

Lebih bertanggung jawab. Bayangkan anda dipercaya seorang tuan tanah untuk mengelola kebun anggurnya, sedang dia ada urusan ke luar kota. Kelak jika tuan Kembali, dia akan meminta pertanggungjawaban dari anda.

Jika anda jujur, pujian dan upah jadi hak anda. Sebaliknya, jika culas, siap-siap rotan yang akan berbicara. Ujung-ujungnya balik jeruji menanti.

Demikian juga keuangan kita perlu dipertanggungjawabkan. Kepada Tuhan yang mempercayakan nafas hidup. Pada lembaga pemberi gaji. Bagi mereka yang pernah berjasa pada kita. Pada anggota keluarga yang harus dinafkahi, tentu saja.

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun