Pernahkah Anda mengalami saltum (salah kostum) di suatu acara? Pasti jadi salah tingkah, malu tak terkira, kan?
Dalam suatu reuni teman kuliah, saya pun saltum. Tidak ada dresscode disepakati dalam temu kangen sekaligus buka puasa itu. Teman-teman saya berkaos oblong dan beralas sendal. Tapi pakaian saya beda. Kemeja batik motif Papua lengan panjang.
Dasar pamer, acara santai kok pakai batik. Belum tahu mereka, aslinya batik itu sudah saya pakai kemarin. Belum kucel, jadi dipakai lagi sebelum dicuci, hehe.
Seberapa banyak dari kita menyadari Presiden Jokowi juga "salah kostum"? Saat menghadiri Sidang Tahunan MPR, Jumat 14/08/2020, Jokowi mengenakan kemeja hitam lengan panjang dengan balutan kain dan topi berwarna emas. Aneh. Saya tak tahu itu pakaian dari daerah mana. Payah. Mau tak mau, saya mencari tahu.
Rupanya pakaian adat NTT, dikenal dengan Sabu Raijua, didatangkan langsung dari perajin di Pulau Sabu. Owalahh... Alasan Jokowi mengenakan pakaian adat Sabu yakni melekatnya prinsip egaliter pada pakaian itu. Semua kalangan, dari rakyat kecil hingga bangsawan dapat mengenakannya, dalam acara apa pun.
Menurut Sekretaris Pribadi Presiden, Anggit Noegroho, tiap tahun tim sespri bertugas menyiapkan pakaian adat yang akan dikenakan presiden saat pidato tahunan di DPR/MPR. Presiden ingin masyarakat Indonesia mengenal lebih jauh keberagaman suku-suku bangsa yang belum banyak terekspos. (Kompas.com)
Begitulah Jokowi. Bisa jadi, beliau presiden pertama dan satu-satunya yang "saltum" di acara kenegaraan. Tidak seperti para pendahulunya, selalu formal dengan setelan jas hitam berdasi (dan kebaya).
Pada upacara perayaan kemerdekaan HUT RI ke-75, Presiden Jokowi berkostum baju adat Timor Tengah Selatan, NTT, tepatnya wilayah Nunkolo, Amanatun, Timor Tengah Selatan. (Tempo.co)