CSÂ yang handal dan sabar. Customer service (pelayan nasabah) biasanya mereka yang duduk di balik meja. Menunggu telepon pertanyaan, keluhan, dan protes pelanggan. Pelanggan adalah raja. Kami di sekolah, dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merangkap jadi pelayan nasabah. Tak hanya sabar, harus siap dihubungi di luar jam kerja (ada yang sampai jam 1 dini hari!).
Ditanya ini itu, padahal sudah diberi panduan pengerjaan tugas di grup. "Apakah sudah dibaca panduannya, mam?" "Belum." Gubrak! Batu mana batu...? Buat apa? Mau dimakan! Sabar, sabar. Katanya mau belajar sabar. Huffftt....
Penyiar radio multi tasking. Penyiar radio dan guru beda, dong. Jangan disejajarkan. Oh, mungkin karena sama-sama bakat ngoceh. Mulut komat-kamit, tangan mengoperasikan tetikus, membolak-balik buku, memastikan kamera dan mikrofon berfungsi. Terpenting, para pendengarnya tersambung. Percuma ngoceh semerdu burung gagak, atau menggelegar bak geluduk kalau koneksinya putus.
Bedanya kalau penyiar membacakan berita, salam-salam, pantun, atau lawak. Jika  pendengar mulai bosan atau galau, putarkan lagu dangdut. Guru harus bicara ngalor-ngidul mengajar materi. Kalau muridnya bosan? Tinggal tidur. Sedih, kawan.
Tiap kelas dipakai satu guru. Tapi, saking kompaknya satu kelas diisi tiga guru, masing-masing mengaktifkan laptop. Tiga laptop menyala sekaligus. Satu laptop untuk menampilkan audio-video. Laptop kedua pratampil. Laptop ketiga cadangan. Mana guru, siapa asisten, yang mana pendamping sukar dibedakan. Semua jadi staf khusus rempong.
Kalau tetiba "Mister, ndak ada suaranya". Atau saat presentasi tetiba nge-lag, tinggal pindah ke laptop sebelah. Canggih!
Jadi "konselor" yang butuh dikonseling. Adakah dokter yang bisa mengoperasi diri sendiri kalau sakit? Atau, mana ada pelawak selalu gembira tak butuh dihibur? Demikian halnya guru SD. Selain jadi konselor menangani tingkah anak yang melampaui garis, kami butuh dikonseling.
Kali ini gangguannya bukan tingkah anak. Tapi teknis internet-komputer. Gawai sulit diajak kerjasama. Ditambah panjang lebar keluhan orang tua yang gagap menggunakan hal baru. Ini semua menyebabkan frustasi. Rekan saya sedikit jeles, "Kamu mundur dari wali kelas pada saat yang tepat."
Memberi respons cepat. PJJ dituntut serba cepat. Tiap hari dialokasikan 3 JP, masing-masing 30 menit. Tidak ada waktu banyakan yel-yel. Tiap detik berarti. Kalau murid bertanya materi, langsung dijawab. Sesingkat dan sejelasnya. Tapi kalau pertanyaannya "Gambarnya gelap..., presentasinya tidak berganti..." Atau kinerja CPU 100%, tidak sanggup diajak lari. Jadi makin stres. Bingung. Panik. Labil. Tidak bisa memutuskan. Kewalahan. Nge-blank. Merasa tidak waras. Loh, ini keterampilan apa pengungkapan diri?
Kalau Anda, di era PJJ yang bertambah keterampilan atau kerempongannya?
Salam,