Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalamanku dengan Kantong Plastik: Diomel sampai Diketawain

10 Juli 2020   21:53 Diperbarui: 20 Oktober 2020   22:04 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantong plastik untuk belanja, foto: observer.com via idntimes.com

"Nanti kalau njeblos lho, mas", sambil menyerahkan bubuk kopi, masih hangat.

Selain tempat barang belanjaan, rupanya kantong plastik punya sejuta manfaat. Tak percaya? Andalan emak-emak saat kondangan. Pelindung kepala saat hujan tak bawa mantel atau payung. Tempat pakaian basah habis renang. Bahkan---yang paling mengerikan jika tak ada plastik di Bumi---penampung muntah.

Saking murahnya, tak perlu berpikir ulang membuangnya jika basah atau kotor. Jadi beban, butuh berjuta-juta tahun agar bisa kembali pada "ibu". Tak heran pemerintah gencar menekan peredaran barang serbaguna ini. Yang mau dikenakan pajak lah. Yang dilarang lah. Diganti bahan mudah terurai lah. Berhasil?

Tutup saja pabriknya. Habis perkara. Praktis.

Mau bagaimana pun, orang butuh plastik. Meski tak semanis tebu, nasibnya sama. Habis manis sepah dibuang. Bermanfaat hanya sesaat. Akhirnya jadi sampah. Jika sampah itu dibuang ke sungai, lalu bermuara ke laut, terus dimakan ikan, padahal bu menteri perintahkan makan ikan agar cerdas... Ngeri.

Plastik, dari satu sisi mampu menghidupi ribuan kepala. Pegawai pabrik plastik. Penjual plastik---grosir dan eceran. Pemburu rongsok. Termasuk petugas kebersihan. Bayangkan jika pabrik plastik digulung, siapkah menantang gelombang PHK?

Baca juga: Memilih Hidup di Kampung, Emang Enak?

Plastik oh plastik... dirimu kayak perempuan. Bikin galau.

Omong-omong, saya ada pengalaman kocak tentang kantong plastik.

Suatu hari saya belanja sayur ke pasar tradisional. Niatnya belanja tiga jenis bahan: wortel, kubis (kol) dan kentang. Budayanya para pelapak tuh gini. Satu plastik untuk satu bahan. Bagaimana tidak nyampah?

Pernah, saya beli seikat sawi dan menolak diberi plastik. Saya injak begitu saja sawi itu di motor matic, hehe.

Saya beli kentang di pelapak A. Tak jauh dari situ, beli wortel di lapak B. "Bu, langsung masukkan sini saja", memohon. Malah saya kena omel... "Halah, ini saja!" Kali sebelumnya, saya beli daun bawang hanya segelintir batang. Saya menolak diberi plastik karena cuma sedikit. Malah ibunya bingung.

Entah ilmu ekonomi mereka cetek, atau baiknya kebangetan. Teman saya, emak-emak, senasib. Dia diomel tukang sayur keliling karena menolak diberi plastik. Tahu kan bedanya, yang sadar go green dengan yang banyakan micin...

Ada tiga tips untuk menekan penggunaan plastik versi saya.

Tas kain. Sebelum pandemi, saya pasti bawa bekal ke kantor. Satu kotak nasi+lauk, sebungkus sayur; masuk dalam tas kain. Pulangnya, tas itu telah ringan. Biasa saya mampir belanja. Saya bawa tas itu mblusuk pasar. Kalau belanjaan sedikit, saya masukkan ke dalam tas itu. Bandingkan dengan teman-teman saya yang lima kali seminggu beli makan siang dibungkus plastik. Tapi ya mau bagaimana...

Satu pengalaman saat beli kopi. "Pak, kopi seperempat." Kopi diambil dari etalase, siap ditukarkan dengan uang saya. Saat si penjual hendak memasukkan ke dalam kresek hitam, saya menolak. Malah diketawain. "Nanti kalau njeblos lho, mas" Kopinya masih hangat. Segar dari oven. Biarin, pak. Njeblos juga saya yang kaget, hihi.

Totebag belanja. Selain buat gaya, totebag bisa bermanfaat untuk menaruh belanjaan. Keren. Modis. Entah dari bahan kaos, atau kain setebal goni, bahkan bekas karung beras. Gaya boleh, "pergi hijau" juga bisa dong.

Totebag belanja yang keren dan bisa dipakai berulang kali, foto: honeykidsasia.com via cewekbanget.id
Totebag belanja yang keren dan bisa dipakai berulang kali, foto: honeykidsasia.com via cewekbanget.id

Kresek besar. Ibu saya, meski bukan lulusan kampus, sedikit modern. Dia membeli keranjang anyaman pandan untuk tempat belanjaan. Namun karena kini belanjanya sekalian berangkat kerja, repot kalau menenteng keranjang.

Sebagai gantinya, dia siapkan kantong plastik besar yang dikumpulkan dari belanja sebelumnya. Tapi itu belum mengurangi "hadiah" dari penjual. Hanya supaya bahan stok seminggu itu bisa ditampung dalam satu tempat. Satu hal, ibu saya memakai ulang plastiknya.

Tidak mempan? Ini jadi PR besar buat semua. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Kementerian Pertanian, Bogor menemukan inovasi kantong plastik yang mudah terurai dari limbah pertanian. Tapi harganya tiga kali dari plastik konvensional. (metrotvnews.com) Nah loh...

Kembali pada kita. Selama ada niat tulus dan masif untuk "melawan penjual", rasanya sampah plastik bisa berkurang. Semoga.

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun