Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jangankan Presiden, Semut Pun Menggigit Kalau Diinjak

1 Juli 2020   14:14 Diperbarui: 1 Juli 2020   14:17 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semut Bulldog (Latin: Myrmecia), foto: australiangeographic.com.au via idntimes.com

"Saya harus ngomong apa adanya. Nggak ada progres, yang signifikan nggak ada."

Setelah beberapa waktu lalu pemerintah diam perihal sosialisasi kewajaran baru (New Normal), beredarlah video Presiden Jokowi memberi arahan pada kabinetnya (18/06). Tak hanya karena melontarkan kosakata asing, video tersebut viral karena presiden geram.

Perlukah presiden marah-marah di tengah kondisi krisis? Bahkan, bisakah Jokowi marah? Tiga bulan ke belakang dan ke depan Indonesia masih dalam kondisi krisis, iya. Orang sudah tahu. Tapi kenapa harus marah, pak presiden?

Saya teringat perkataan ibu saya saat beliau difitnah teman kerjanya, "Semut wae neg diidak nyokot. Opo maneh manungso." (Semut saja kalau diinjak menggigit. Apalagi manusia.) Semut Bulldog misalnya, gigitannya mengandung bisa yang menyebabkan kematian. Jokowi, "lebih berbahaya" dari semut.

"Saya lihat masih banyak, kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ! Ini apa nggak punya perasaan, suasana ini krisis." Beliau berang karena orang yang diberi kepercayaan tidak bisa dipercaya. Tidak peka. Tak punya perasaan.

Apakah marahnya Jokowi terlambat, sedang kondisi ini sudah extraordinary crisis? Satu semester lebih dari cukup untuk para menteri unjuk gigi. Sayang, presiden "menuai angin".

Kelambanan para menteri menangani krisis diibaratkan, "Tiongkok dan Jepang sudah menerapkan kereta maglev, kita masih kereta uap. Kereta kuda malahan." Begitulah kalau tidak satu rasa, tidak punya sense of crisis dalam situasi extraordinary. Tidak ada progres, kata presiden.

"Kita" masih betah memakai cara-cara lama. Itu artinya takkan pernah memayungi 267 juta penduduk Indonesia. Kapan dan menunggu kondisi yang bagaimana baru kita akan belajar?

Pada kesempatan sebelumnya, Jokowi masih bisa melindungi menterinya. Dia percaya pada orang yang dipilihnya. Lagi, Jokowi dibuat kecewa. Kali ini, beliau terang-terangan sampai meregangkan bibir---ekspresi nyeri dalam hatinya. Semua jadi tahu, dia merasakan apa yang dialami rakyat.

"Untuk pemulihan ekonomi nasional, misalnya saya beri contoh... Bidang kesehatan, dianggarkan Rp. 75 triliun. Rp. 75 triliuan, baru keluar 1,53% coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua. Segera dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran, sehingga men-trigger ekonomi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun