Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pancasila Sudah Final, Tak Perlu Haluan Ideologi!

27 Juni 2020   13:26 Diperbarui: 27 Juni 2020   13:16 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pancasila sebagai pemersatu keberagaman, foto: istimewa via minews.id

Marah karena identitasnya diinjak-injak adalah wajar. Tapi seharusnya tidak perlu reaktif. Bisa saja demo itu ditunggangi oknum yang ingin menyulut amarah dan keributan. Bagi para demonstran, aksi bakar-bakar nampak heroik. Tapi jangan lah bakar bendera. Bakar ban bekas boleh lah, atau foto mantan yang ninggal tatu. #oops

Berbagai kalangan meminta RUU HIP ini dibatalkan, jika tidak bakal memicu aksi massa yang lebih besar dan menimbulkan kekacauan. Lagipula, RUU HIP ini tidak memiliki muatan urgensi, malah berpotensi menimbulkan konflik ideologi. Lebih baik pemerintah dan DPR fokus memerangi musuh bersama, COVID-19, serta meredam efek domino bagi masyarakat.

Untuk apa membahas rancangan undang-undang yang meresahkan masyarakat? Jangan salah jika rakyat, pemilik demokrasi, menuding negatif kepada penerima kepercayaan.

Masih dari kompas.com, Menkopolhukam, Mahfud MD mempertanyakan mengapa tidak dicantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996, yang isinya tentang larangan ajaran komunisme/marxisme. Hal ini yang menjadi kecemasan publik, adanya upaya mendegradasi nilai luhur Pancasila dan melonggarkan paham komunis.

Tak cukup ditunda, RUU yang mengusik ketentraman masyarakat ini dibatalkan saja. Pancasila sudah final! Dadang Kahmad, Pengurus Pusat Muhammadiyah melalui bbc.com, para pendiri bangsa sudah menyepakati Pancasila, masyarakat tinggal mengimplementasikannya. 

DPR selaku wakil rakyat, harus mendengar aspirasi masyarakat. Jangan sampai mengorek luka di masa lalu, menghadirkan perdebatan tak berujung yang bisa menguras tenaga kita semua.

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun