Marah karena identitasnya diinjak-injak adalah wajar. Tapi seharusnya tidak perlu reaktif. Bisa saja demo itu ditunggangi oknum yang ingin menyulut amarah dan keributan. Bagi para demonstran, aksi bakar-bakar nampak heroik. Tapi jangan lah bakar bendera. Bakar ban bekas boleh lah, atau foto mantan yang ninggal tatu. #oops
Berbagai kalangan meminta RUU HIP ini dibatalkan, jika tidak bakal memicu aksi massa yang lebih besar dan menimbulkan kekacauan. Lagipula, RUU HIP ini tidak memiliki muatan urgensi, malah berpotensi menimbulkan konflik ideologi. Lebih baik pemerintah dan DPR fokus memerangi musuh bersama, COVID-19, serta meredam efek domino bagi masyarakat.
Untuk apa membahas rancangan undang-undang yang meresahkan masyarakat? Jangan salah jika rakyat, pemilik demokrasi, menuding negatif kepada penerima kepercayaan.
Masih dari kompas.com, Menkopolhukam, Mahfud MD mempertanyakan mengapa tidak dicantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996, yang isinya tentang larangan ajaran komunisme/marxisme. Hal ini yang menjadi kecemasan publik, adanya upaya mendegradasi nilai luhur Pancasila dan melonggarkan paham komunis.
Tak cukup ditunda, RUU yang mengusik ketentraman masyarakat ini dibatalkan saja. Pancasila sudah final! Dadang Kahmad, Pengurus Pusat Muhammadiyah melalui bbc.com, para pendiri bangsa sudah menyepakati Pancasila, masyarakat tinggal mengimplementasikannya.Â
DPR selaku wakil rakyat, harus mendengar aspirasi masyarakat. Jangan sampai mengorek luka di masa lalu, menghadirkan perdebatan tak berujung yang bisa menguras tenaga kita semua.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H