Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Physical Distancing ala Pasar Salatiga, Mau Mengikuti?

4 Mei 2020   19:06 Diperbarui: 4 Mei 2020   19:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat cuci tangan di sekitar pasar Salatiga, foto: dokpri

Salatiga selalu punya cerita. Kapan lalu saya mengulas secuil wajah Salatiga tentang kuliner di sini. Masih di kota ini, saya ingin kembali mengulas keunikannya.

Saya penduduk daerah kabupaten yang tinggal dekat perbatasan, dan mobilitasnya lebih sering ke wilayah kota. Dalam hari efektif saya rutin mengantar ibu saya pergi bekerja, searah dengan kantor saya. Biasanya mampir di pasar pagi untuk belanja. Tak hanya kebutuhan harian, ibu aji mumpung dengan kulakan jajan pasar untuk dijual kembali pada teman-temannya. Sekedar menambah isi celengan barang sekeping rupiah, katanya.

Pasar, bagaimana pun, menyediakan ruang untuk mendulang rezeki. Entah untung kecil atau besar, di sinilah berlaku ada gula ada semut. Maka berjubel manusia dari segala penjuru tanpa perlu tahu apa agamanya, kapan lahirnya, di mana rumahnya, berapa anaknya, bahkan tak penting apa warna iris matanya. Hukumnya lu jual, gue beli. Dari sinilah ratusan bahkan ribuan kepala menggantungkan hidup setiap hari.

Terciptalah interaksi antarpedagang, pedagang dengan pembeli, atau penyedia jasa; yang kalau diringkas: uyel-uyelan, penuh sesak. Kondisi ini yang memperbesar peluang penyebaran virus jika tidak segera ditangani.

Saya tak bisa membayangkan, apa jadinya kalau pasar tradisional dihentikan gegara Corona? Apalagi ini menjelang lebaran.

Tak hanya pedagang dari berbagai kelas dan pembeli yang bakal kelimpungan. Mereka yang menadah rezeki dari menjual kembali barang dagangan (reseller), jasa parut kelapa, parkir kendaraan, penarik becak, penjaja sabun cuci piring, sampai buruh angkut takkan lolos dari derita. Bukan lagi virus yang mengancam kehidupan, tapi ketidakmampuan membeli bahan pangan.

Semenjak dinas kesehatan kota Salatiga mendata PDP (Pasien Dalam Pengawasan) hingga yang dinyatakan positif, maka dilakukan beberapa langkah konkret di banyak sektor. Kegiatan sekolah diliburkan, diganti belajar dari rumah. Aktivitas di taman kota atau tempat bermain tidak diperkenankan. Jumlah hari kerja di sektor industri atau toko dikurangi. Tapi kesibukan di pasar mustahil dihentikan.

Pemerintah Kota Salatiga tidak menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), meskipun banyak isu berseliweran. Sesuai arahan presiden agar menjaga jarak sosial, dan rajin cuci tangan pemerintah berinisiatif memerangi penyebaran COVID-19 dimulai dari pasar pagi---jantung Kota Salatiga. Penataan pasar pagi diberlakukan dengan rekayasa Jalan Jenderal Sudirman yang ditutup untuk pengendara ke arah Solo (dialihkan ke Jalan Buksuling), berlaku dari pukul 01.00-06.30 WIB sejak Senin 27 April 2020. (www.salatiga.go.id)

Baca juga: Piket, Suatu Taktik melawan Corona

Penutupan Jalan Jenderal Sudirman dimulai dari Bundaran (Tugu Jam) sampai Pertigaan Sukowati (Reksa). Di tengah jalan aspal yang biasanya masih dipakai melintas atau parkir kendaraan, kini digambarlah kotak-kotak putih untuk para pedagang.

Rekayasa ini menurut saya sangat bermanfaat. Pertama, kondisi pasar lebih tertata. Sebelumnya bukannya tidak tertata, namun kelonggaran yang diberikan membuat penghuni pasar asal melapak. Kini, antarpedagang satu dengan lainnya punya jarak aman yaitu 1,5 meter. Kedua, para pembeli lebih mudah menjangkau barang yang ingin dibeli, tidak harus berdesak-desakan, dan pastinya lebih nyaman untuk berjalan kaki. Ketiga, mempermudah para pedagang ini membereskan asetnya, karena jam 7.30 sudah harus bubar, mengembalikan Jalan Sudirman pada kodratnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun