Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Mudik" dan "Pulang Kampung" Memang Beda!

3 Mei 2020   17:43 Diperbarui: 4 Mei 2020   01:12 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Datang ke wisuda adik rohani, foto: dokpri

Mudik dengan pulang kampung ya beda, papar presiden kepada Mbak Nana kapan lalu. Pernyataan yang tidak biasa ini membuat warganet-baper jadi geger. Apa bedanya? Kenapa beda? Kelihatan tak pernah baca kamus. Kayak saya.

Pengalaman saya dua tahun lalu menyinggung perkara "mudik" dan "pulang kampung". Sebenarnya berat hati saya menceritakan ini, soalnya menyedihkan beraroma perpisahan. Tapi demi kontribusi pada peradaban literasi, saya ceritakan.

Sejak menyelesaikan kuliah dan diwisuda, awal 2016, saya bekerja sebagai guru kontrak di sebuah yayasan swasta Surabaya. Ini kali pertama saya nge-kos. Bukannya takut merantau. Tidak ada budaya rantau di lingkungan saya, dan belum ada kesempatan.

Meski anak rumahan, saya tidak terhitung kelompok manusia yang mbok-mbok'an, dikit-dikit kangen rumah. Mau tidur kangen ibu. Lebih parah kalau jauh dari ibu, sakit.

Kurang lebih tiga bulan pertama bekerja, saya baru bisa menjenguk orang tua. Sekalian wisuda adik rohani. Pada bulan-bulan berikutnya setelah bisa mengikuti ritme kerja saya bisa pulang 1-2 bulan sekali. Biasanya kalau ada acara penting teman seperti nikahan atau wisuda.

 

Datang ke wisuda adik rohani, foto: dokpri
Datang ke wisuda adik rohani, foto: dokpri

Biasanya Jumat sore, pulang dari kantor jam 15.15. Saya memilih tiket pada kisaran jam 17.00-19.00 agar tidak terlalu larut. Beberes di kos sebentar lalu cus ke Stasiun Gubeng. Motor dititipkan di rumah pendeta, dekat stasiun, atau diantar teman sekamar. Jam 23 lebih sedikit tiba di Solo, oper bus di Tirtonadi, tiba di Salatiga sekitar pukul 00. Perlu beberapa kali missed call adik yang sudah tepar, sampai bapak datang menjemput.

Subuh-subuh melintasi hutan karet arah Watuagung, dinginnya menembus kulit. Ah, kampung selalu layak dirindukan. Menjelang pukul 01 baru tiba di rumah. Ibu masih terjaga demi melihat saya pulang. Kalau kangen tak tertahan, kupeluk ibu barang sesaat. Nah, pengalaman saya ini namanya MUDIK. Saya pulang hanya saat weekend, libur semester atau libur Natal. Menjelang hari kerja, segera kembali ke perantauan.

Mudik di libur semester atau hari raya lebih memuaskan. Beda dengan akhir pekan biasa, nanggung. Sabtu subuh tiba di rumah, tidur sebentar. Seharian rebahan santuy sedang semua orang bekerja. Siangnya ketemu adik-adik atau teman. Minggu pagi pergi ibadah, siang berkemas, sorenya sudah harus berangkat lagi. Tidak ada kesempatan piknik, saya sesekali berfoto dengan ibu di kebun belakang rumah.

 

Berfoto dengan ibu di kebon belakang, saat pengerjaan proyek tol Bawen-Salatiga, foto: dokpri
Berfoto dengan ibu di kebon belakang, saat pengerjaan proyek tol Bawen-Salatiga, foto: dokpri

Oktober 2018 saya mendapat panggilan melayani di sebuah yayasan sosial di Salatiga. Padahal waktu itu masih terikat kontrak. Singkat cerita saya harus berpamitan dengan rekan guru, murid-murid dan keluarga pelayanan di gereja, termasuk ibu kos---yang meski tidak akrab, beliau cukup ramah.

Semua perlengkapan saya: pakaian, buku, dan perkakas pecah belah saya kirim via pos. Jika mau, motornya bisa dipaketkan melalui ekspedisi. Tapi, saya ingin berpetualang. Mumpung tinggal pulang, saya menjajal mental dan wawasan untuk turing. Tapi karena tanpa rombongan, saya sebut berkelana tunggal.

Kendaraan dan perlengkapan siap untuk berkelana, foto: KRIS WANTORO
Kendaraan dan perlengkapan siap untuk berkelana, foto: KRIS WANTORO

Malam sebelum tidur, dua kawan gereja datang ke kos, sekedar memberi kenang-kenangan berisi kolase foto kami saat liburan ke Jogja. Ah, aku bakal kangen kalian, kawan. Pukul 05.00 aku telah siap. Malam sebelumnya sudah pamit ibu kos, sedang teman kamarku ada acara kantor.

Berbekal petunjuk dari pak pendeta yang sudah pengalaman mengaspal Juwangi-Surabaya dan peta Google, aku meluncur. Tuhan yang menyertai perjalananku. Kiranya motor bebek pinjaman bapak ini tidak rewel di jalan. (Soalnya sering kebanan atau ngadat)

"Ikuti jalan besar, lihat petunjuk jalan. Jangan ikuti jalur bis ya", tutur pak pendeta. Setidaknya tiga kali aku mampir ke SPBU, isi bensin. Sekali mampir di tengah hutan, menyiram dahaga dengan es degan. Dan sekali makan di warung Padang, menjelang magrib.

Perhitunganku meleset. Menurut map harusnya perjalananku selesai dalam 10 jam. Nyatanya  12 jam lebih. Aku sering berhenti untuk mendinginkan mesin motor. Si bebek ini juga baru kali pertama melaju jarak jauh. Meski tak gesit, tangguh juga rupanya.

Akhirnya tiba di
Akhirnya tiba di "kandang", foto: dokpri

Menjelang pukul 20 aku baru tiba di pusat kota. Masih lima belas menit lagi menuju rumah. Lega, bangga, dan syukur tak terkira atas pertolongan Tuhan. Si bebek tidak ngambeg atau bertingkah macam-macam. Esoknya saat hendak mengganti oli, isinya habis. Waduh. Ikut terbakar, katanya.  Meski capek dan menegangkan, tapi berkesan dan penuh nilai perjuangan. Pertama kali dalam sejarah, aku bisa menempuh 230km dengan motor bebek.

Pengalamanku yang ini disebut PULANG KAMPUNG. Aku meninggalkan tempat kerja di Surabaya, kembali ke kampung untuk mengerjakan pelayanan. Untuk waktu yang tidak pernah diketahui, aku tidak akan kembali ke Surabaya. Kecuali nasib menyeretku ke sana.

Demikian curhat saya. Kiranya Kompasianer tidak perlu galau membedakan "mudik" dan "pulang kampung". Mungkin anda punya pengalaman tersendiri?

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun