Dua orang ibu minta diajak tetangganya untuk bekerja sebagai buruh bangunan. (Bukan pelakor lho ya) Perempuan merumput, menanam padi, bahkan menjadi security wajar adanya. Tapi bekerja di proyek bangunan? Berurusan dengan batu, bata, semen, adonan bahan cor, termasuk juga rangka besi. Suatu pekerjaan kasar penuh resiko, yang harusnya laki-laki saja yang menanggungnya. Kulit bisa lecet, tangan kapalan, punggung jadi melengkung, sampai terpapar virus yang ganas.
Memangnya siapa yang akan menanak nasi, merebus air, memandikan anak-anak, mencuci gelas-piring-baju atau mengadu muntu dengan cobek? Ya perempuan juga.
Itulah kekagumanku pada kaum Kartini, yang bisa mengerjakan apa yang menjadi porsi laki-laki, begitu pun masih harus menjaga gawang perapian. Laki-laki paling perkasa pun belum tentu mampu mengambil porsi itu. Kodrat perempuan sebagai kanca wingking perlu dipatahkan, diganti dengan pengimbang laki-laki.
Kartini di zaman kapan pun tak semua bisa diam di rumah. Paling tidak jiwa, pikiran dan semangatnya akan terus bebas mendobrak kungkungan budaya, virus atau apa pun bentuknya.
Untuk semua kaum perempuan, selamat hari Kartini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H