Semasa kanak-kanak, yang paling mengesankanku tentang perayaan Paskah adalah lomba mencari dan menghias telur. Hingga dewasa perayaan ini sulit dilepaskan dari aktivitas "bertelur". Ada apa gerangan?
Telur merupakan bagian dari perayaan Eastre, dewi yang melambangkan kesuburan, yaitu waktu datangnya musim semi (festival Anglo-Saxon). Perayaan Paskah dilakukan bersamaan festival ini dengan harapan mendorong pertobatan orang-orang menggunakan simbol serupa. Sejak abad ke-13, telur dihias dengan warna merah sebagai simbol darah Yesus. (cnnindonesia.com) Dari sini jelas ucapan
"Happy Easter" tidak tepat bagi umat Nasrani yang sejatinya merayakan Paskah dengan "Happy Passover"
10 April 2020 (biasanya jatuh pada minggu awal bulan April) semua umat Nasrani di seluruh dunia memperingati Jumat Agung, hari di waktu Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan. (Masyarakat kita lebih familiar dengan Hari Paskah) Tiga hari kemudian (hari Minggu) para saksi membenarkan kubur di mana jasad Yesus dibaringkan ternyata kosong. Hanya ada kain kapan tergeletak di tanah. Diperkuat keterangan dua malaikat berpakaian berkilau-kilauan, Yesus tidak ada di dalam kubur itu. Dia telah bangkit, sebagaimana dikatakanNya pada para murid menjelang waktu penyalibanNya.
Tahun inilah kali pertama dalam sejarah, umat merayakan Paskah secara eksklusif. Tidak ada kegiatan mencari telur. Tidak hadir dalam kerumunan. Orang percaya juga perlu mendukung pencegahan penyebaran virus yang melumpuhkan lintas sektor ini. #ibadahdirumah
Melansir kompas.com, beberapa negara merayakan Paskah dengan cara unik. Dari yang melempar pot-pot tua ke jalanan dari jendela rumahnya masing-masing (Pulau Corfu, Yunani). Mirip dengan mereka, yang dilempar orang Italia justru harta bendanya. Saling mengguyur dengan air di Senin Paskah, disebut juga Wet Monday (Ukraina). Membagikan omelet raksasa terbuat dari 15.000 butir telur di setiap Senin Paskah kepada ribuan orang (Ukraina). Sampai acara menggelindingkan telur di depan Gedung Putih (Amerika).
Sungguh unik, satu hari raya dirayakan dengan beragam cara. Dan sayang, tradisi itu tak bisa dilakukan kali ini.
Jika kembali pada kisah di dalam Alkitab, pemaknaan Paskah sama sekali berbeda dengan yang disebutkan di atas, yakni sebagai berikut. Bangsa Israel---bangsa pilihan Allah---ratusan tahun hidup dalam perbudakan di tanah Mesir. Dengan jumlah yang banyak, dalam kondisi sangat menderita, Allah hendak membebaskan mereka dari cengekeraman Firaun, yang keras hatinya.
Setiap kaum keluarga orang Israel harus mengambil seekor kambing atau domba jantan berumur setahun yang tidak bercela, dikurung sampai hari keempat belas, dan harus disembelih pada waktu senja. Pada hari yang ditetapkan, seluruh orang Israel diminta tinggal di dalam rumah. Seorang pun tidak boleh keluar sampai pagi.
Darah domba atau kambing yang disembelih itu diambil sedikit, disapukan pada kedua tiang pintu dan ambang atas rumah mereka. Sedangkan dagingnya harus dimakan malam itu juga setelah dipanggang dalam api, dimakan bersama roti tidak beragi dan sayur pahit. Tidak boleh ada bagian dari daging itu yang dibiarkan tertinggal sampai pagi. Jika ada yang tertinggal harus dibakar habis dengan api. Inilah korban Paskah.
Ada juga aturan bagaimana mereka makan. Pingganggnya berikat, kakinya berkasut dan dengan tongkat di tangan. Suatu kondisi siaga untuk melakukan perjalanan. Mereka harus memakan daging itu dengan segera.
Darah pada tiang pintu rumah itulah yang menjadi tanda, rumah mereka tidak akan terkena tulah/ wabah. Saat tulah itu menimpa, semua anak sulung---baik manusia maupun hewan---di Mesir mati. Semuanya, tanpa terkecuali. Sedangkan tidak ada satu pun kematian anak sulung di antara orang Israel. Dengan cara demikian, Firaun yang keras hatinya baru mau melepas Bangsa Israel pergi. Itulah Paskah bagi Tuhan.
Bagaimana umat Nasrani modern memaknai Paskah?
Di Indonesia khususnya, Paskah lazim dirayakan dengan mencari, dan menghias telur. Tapi kegiatan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak.
Bukan telurnya yang pokok. Makna yang tidak boleh dikurangi atau diganti adalah peristiwa pembebasan.
Secara fundamental manusia masih hidup di dalam perbudakan, yaitu kuasa dosa. Akibatnya hidup manusia menderita, sengsara, dan tidak menemukan damai sejahtera meski ada kenikmatan yang ditawarkan di muka. Melihat kembali pada momen pembebasan sebelum Masehi, Paskah harus dimaknai dengan benar. Memang tidak perlu mengorbankan anak domba atau kambing jantan, karena harga itu sudah dibayar lunas oleh kematian Yesus di atas kayu salib.
Untuk meresponi anugerah tersebut, orang yang percaya perlu mengambil komitmen melalui peristiwa baptisan, suatu simbol seseorang telah mati bagi dosa, dikuburkan, dan dibangkitkan oleh kuasa Yesus lalu hidup dalam anugerah keselamatan. Satu lagi upacara yang esensial adalah perjamuan kudus. Dalam perjamuan ini, umat Nasrani memakan roti---lambang tubuh Yesus, dan meminum anggur---lambang darah Yesus untuk memperingati pengorbananNya.
Demikianlah makna sejati dari Paskah. Meski di tengah pandemi dan kondisi serba tidak menentu seperti sekarang, kiranya kita tidak kehilangan makna agung tersebut. Selama hati dan pikiran kita tetap berfokus pada Tuhan, maka dosa, virus atau kuasa mana pun takkan sanggup membelenggu kita. Karena kita telah ditebus oleh darah Kristus. Kita pun bebas. Bersoraklah!
Selamat Paskah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H