Cahaya bagi kekerdilan pikiran manusia. Tanpa imajinasi, kecerdasan justru dipakai untuk membinasakan sesama manusia. Nah, supaya anak-anak kita tidak hanya cerdas, namun juga punya imajinasi, baiknya dibacakan dongeng. Imajinasi ini yang akan mendorong rasa ingin tahu dan sikap kritis, daripada hanya dicekoki pengetahuan oleh guru dan media sosial.
Tiga, penanaman nilai. Banyak orangtua menganggap nilai adalah angka yang tersusun dalam lembaran rapot (report) hasil belajar. Makin banyak angka yang punya kepala (angka 8, 9), makin tinggi nilainya.Â
Para motivator menganalogikan nilai dengan uang kertas. Meski dilipat, basah ikut tercuci, kucel, kena noda, masuk comberan bahkan sedikit sobek; takkan mengurangi nilai uang tersebut. Bagian ini, saya sepakat. "Nilai" seharusnya tidak diganggu oleh hal-hal eksternal.
Satu mutiara tentang nilai saya dapatkan dari film Wonder (Stephen Chbosky, 2017). Nilai tidak direpresentasikan dengan seberapa cerdas kamu dalam matematika atau sains. Bukan seberapa tinggi jabatan orangtuamu.Â
Maupun seberapa teman yang kamu miliki. Summer, gadis kulit gelap rambut berombak, rela dikucilkan karena berteman dengan Auggie yang berwajah seperti monster. Nilai yang dimiliki Summer adalah dia ingin punya teman yang baik. "Baik" yang benar-benar baik, tak menilai hanya dari fisik.
Contoh nyata dari murid saya tentang nilai. Suatu hari sekolah kami mengadakan tes tengah semester. Saya menjadi pengawas untuk mata pelajaran Pendidikan Agama. Setiap anak telah saya bagi lembar kerja dalam kondisi tertutup di meja masing-masing.Â
Baru saja saya hendak duduk, salah satu murid berseru, "Mr, ini kenapa sudah ada jawabannya?" (Rupanya pengajarnya lupa memisahkan kunci jawaban dengan bendel soal).
Jika mau, dia bisa melihat semua jawaban untuk soal hafalan itu. Itulah nilai yang sejati. Entahkah murid saya itu suka didongengkan orangtuanya atau tidak.
Nilai, tak cukup diukur dengan angka
--kraiswan
Di zaman serba instan dan narsis ini, mendongeng tidaklah semenarik game online tik tok, maupun Youtube. Maka, rasanya 20 Maret bukanlah hari istimewa bagi masyarakat Indonesia yang minat bacanya masih rendah. Semoga saya salah. Sangat langka, bahkan mungin tidak ada, orangtua zaman now yang punya budaya mendongeng untuk anak-anaknya.